PERTANIAN organik adalah sistem pertanian yang menyediakan pangan sehat bagi masyarakat, karena terbebas dari racun kimia. Karenanya, sistem pertanian organik ini berupaya terus dikembangkan oleh pemerintah yang membutuhkan dukungan dari para petani. Ir. Ida Bagus Arsana, anggota Aspe Horti Provinsi Bali, Kamis (23/11) kemarin memaparkan, pertanian organik ini adalah sistem pertanian berkelanjutan, yang mampu mengurangi dampak rumah kaca, akibat penggunaan pupuk kimia.
Pemilik PT Bali Sri Organik tersebut menuturkan, sistem pertanian organik saat ini tengah dikembangkan di sejumlah daerah termasuk di Subak Sangeh, Kabupaten Badung. “Di Subak Sangeh, kami bermitra dengan 60 petani dengan luas lahan sekitar 17,45 hektar sawah di Munduk Jemeng dan Munduk Mumbul. Pertanian padi organik di wilayah tersebut dimulai sejak tiga tahun lalu, dengan tiga produk unggulan yaitu beras putih, beras merah dan beras hitam,” terangnya.
Pertanian organik tersebut menggunakan konsep Tri Hita Karana, palemahan, pawongan dan Parahyangan. “Jadi dari tanah yang saat ini tergolong sakit yang terlihat dari pH tanah berkisar 3-4, bisa kita perbaiki menjadi 5,5 hingga 6,5. Kalau tanah sudah mulai sehat maka tanaman padi akan memberikan produktivitas yang lebih tinggi,” tukasnya.
PH tanah sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Kalau tanah terlalu asam, akar tanaman tidak akan mampu menyerap makanan dengan baik, daun berfotosintesa juga tidak baik, maka hasilnya juga tidak optimal. Sama seperti tubuh manusia, kalau terlalu asam berarti kondisi tubuh tidak baik.
“Dalam pertanian organik ini, kami gunakan system of rice intensification (SRI). Jadi kami telah mengantongi sertifikat organik,” tandasnya. Jadi kondisi tanah yang asam dinetralisasi dengan memberikan kompos, bila keasaman masih tinggi baru diberikan dolomit (kapur pertanian) agar menjadi basa. Baru kemudian lahan diolah, untuk ditanami padi. (pur)