Mangupura (Bisnis Bali) – Penetrasi asuransi jiwa di tanah air terbilang masih cukup rendah, sementara penetrasi penggunaan internet di Indonesia sangat tinggi. Hal ini merupakan suatu opportunity bagi industri asuransi jiwa. Oleh karena itu transformasi digital menjadi kunci penghubung untuk kedua hal tersebut. Demikian dikatakan Ketua AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia), Budi Tampubolon pada acara Seminar Digital & Risk Management in Insurance (DRiM) 2019 di Nusa Dua, Kamis (26/9).
Lebih lanjut Budi Tampubolon menyebutkan besarnya potensi pasar industri asuransi di Indonesia ini harus segera digarap. Beragam kemudahan teknologi saat ini diyakini dapat mendorong percepatan penetrasi pasar khususnya anak-anak milenial. “Melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan penetrasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia. Industri asuransi dapat menyiapkan strategi yang tepat guna meningkatkan penetrasi asuransi jiwa di Indonesia,” ujar Budi Tampubolon.
Dikatakan, saat ini jumlah prnggunaan internet di Indonesia mencapai 150 juta pengguna. Begitu pula jumlah pengguna media sosial hampir sama. Penetrasi penggunaan internet dan pengguna media sosial ini diharapkan dapat mendorong penetrasi pasar market asuransi di Indonesia. Dengan wilayah yang sangat luas dan ribuan pulau, komunikasi digital adalah kunci utama mendekatkan diri dengan segmen Milenial dan Gen Z. “Dari hasil survey yang telah dilakukan, terlihat bahwa segmen milenial (usia 25-38 tahun) sudah memahami pentingnya asuransi dan paham bahwa mereka dapat membelinya melalui jalur distribusi digital (online),” imbuhnya.
Program-program marketing dari jalur digital ataupun media sosial khususnya bagi segmentasi Millennial dan Gen Z ke depannya diharapkan dapat mempengaruhi dan memberikan andil besar dalam penetrasi asuransi jiwa.
Ketua Panitia DRIM 2019, Wiroyo Karsono mengatakan teknologi mengakibatkan jarak semakin tipis, sehingga dalam hal ini perlu tindakan nyata oleh industri atau pelaku industri asuransi untuk semakin cepat dan tepat memenuhi kebutuhan nasabah dan memberikan layanan terbaik. “AAJI melihat, generasi millennial sudah memiliki inisiatif dan minat untuk melindungi masa depan keuangannya, hal ini tentu harus disikapi juga oleh industri asuransi, bagaimana selanjutnya industri asuransi menentukan investasi perusahaan dibidang teknologi digital, guna meraih pasar dari kalangan milenial tersebut” jelas Wiroyo.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (IKNB 2A OJK), Ahmad Nasrullah mengatakan pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam industri jasa keuangan termasuk asuransi akan memberi nilai tambah, dalam aktivitas bisnis kesehariannya. Untuk itu, industri asuransi juga harus menyesuaikan dan mengoptimalisasi aktivitas bisnisnya, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini, dimana, semakin dekatnya masyarakat kita terhadap pemanfaatan teknologi digitalisasi dan informasi. “Industri asuransi harus dapat memanfaatkan momentum perkembangan teknologi digital bidang keuangan saat ini. Berkolaborasi untuk mendorong penetrasi pasar penting dilakukan saat ini, sehingga layanan, inovasi produk dapat semakin maju dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat”, tutup Ahmad Nasrullah. (•dar)