Layanan belum Maksimal, Iuran BPJS Kesehatan ”Dipaksa” Naik

240
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Denpasar kepada peserta JKN-KIS

Di balik belum maksimalnya pelayanan BPJS Kesehatan yang dirasakan masyarakat, kini iuran kesehatan tersebut digadang-gadang akan dinaikkan bahkan hingga 100 persen. Di satu sisi, hal itu dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran pemerintah. Namun di sisi lain, tentu akan memberatkan masyarakat, di tengah situasi ekonomi lesu saat ini. Lalu, sudah tepatkah langkah yang diambil pemerintah tersebut?


BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mengalami defisit anggaran sampai pertengahan tahun ini. Untuk tahun 2018 saja, BPJS mengalami defisit Rp19,4 triliun. Pada 2017 defisit Rp13,8 triliun. Defisit tersebut di antaranya dipicu oleh tunggakan pembayaran iuran peserta. Tahun ini diperkirakan 15 juta peserta menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan sehingga diperkirakan akan meningkatkan defisit menjadi Rp28,5 triliun.

Tak tanggung-tanggung, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kenaikan iuran 100 persen khusus untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas I dan II. “Untuk kelas I menjadi Rp 160 ribu dan kelas II menjadi Rp 110 ribu per jiwa per bulan. Ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2020,” kata Sri Mulyani.

Terhadap rencana tersebut, DPR melalui rapat kerja gabungan Komisi XI dan Komisi IX menyatakan setuju kenaikan untuk kelas I dan II. Namun DPR menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi PBPU kelas III dan bukan pekerja (BP) sampai pemerintah menyelesaikan data cleansing. “Rencana ini sedang dikaji oleh komisi terkait apakah kenaikan itu dipandang terjangkau oleh masyarakat atau terlalu tinggi. Intinya kami minta pemerintah mempertimbangkan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran tersebut,” ujar Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat menghadiri The 3rd World Parliamentary Forum on Sustainable Development di Kuta, baru-baru ini.

Sementara itu menanggapi rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini, Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumem (YLPK) Bali I Putu Armaya, S.H. menilai kurang tepat. Menurutnya, sejauh ini masih banyak sisi lain pelayanan BPJS Kesehatan yang dikeluhkan masyarakat. Salah satunya adalah masyarakat belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai pelayanan faskes I dan II. “Intinya, pelayanan belum maksimal. Misalnya di puskesmas banyak masyarakat yang membutuhkan informasi tentang BPJS tetapi petugas BPJS tidak ada dan hanya dilayani oleh petugas non-BPJS sehingga masyarakat gak tidak memperoleh informasi yang benar,” kata Armaya.

Ditegaskannya, jika pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan belum maksimal secara menyeluruh kepada masyarakat maka dirasa kurang tepat dilakukan kenaikan iuran meskipun tujuannya adalah untuk perbaikan kepada masyarakat. “Jadi benahi dulu sisi pelayanan kepada masyarakat, transparansi soal keuangan karena bagaimana pun masalah BPJS Kesehatan ini adalah soal pelayanan. Sekali lagi ke depan maksimalkan dulu pelayanan dari semua lini sehingga masyarakat merasa puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Namun, Armaya berpandangan ke depan sebenarnya tidak ada masalah jika dilakukan penyesuasian tarif iuran BPJS Kesehatan, asalkan hak-hak masyarakat dan hak-hak konsumen seperti tertuang dalan UU No. 8 Tahun 1999 tertang Perlindungan Konsumen bisa terakomodir. “Ketika masyarakat dilayani mulai dari faskes I sampai rujukan dan tahapan proses medis, hak konsumen harus diberikan, yaitu hak atas informasi yang baik, benar dan jujur, ini termasuk pelayanan di mana pun,” tutupnya.

Seorang wirausaha di Denpasar yang sekaligus menjadi peserta BPJS Kesehatan, Srinadi mengungkapkan, secara umum dirinya tidak merasa keberatan dengan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dirinya mengaku memiliki pengalaman yang memuaskan perihal pelayanan BPJS Kesehatan. “Dulu saya sempat opname selama satu minggu di salah satu rumah sakit akibat syaraf terjepit, dan saya dibantu total. Begitu pula saat bapak saya harus menjalani cuci darah akibat kanker prostat, semua dilayani oleh BPJS Kesehatan,” ungkap Srinadi.

Meski demikian, dirinya tetap berharap agar BPJS Kesehatan bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat ketika kenaikan iuran tersebut telah diterapkan. Terlebih kenaikannya mencapai dua kali lipat. “Prosedurnya juga harus transparan dan semua informasi terkait BPJS Kesehatan bisa kompak antar-rumah sakit sehingga masyarakat tidak bingung,” harapnya. *dar