Tekan Tingginya NPL, BPR Wajib Terapkan Langkah Penyelesaian Kredit

324

Denpasar (Bisnis Bali) – PerJuni 2018 tingkat kredit bermasalah (NPL) bank perkreditan rakyat (BPR) secara nasional menyentuh angka 6,8 persen. Angka ini sudah melampaui standar indikator toleransi dari OJK yang kurang dari 5 persen. Direktur Utama BPR Kanti,  Made Arya Amitaba Kamis (27/9) mengatakan, dalam menekan NPL BPR wajib diterapkan langkah penyelesaian kredit.

Kredit yang diberikan kepada debitur selalu ada risiko tak dapat kembali tepat waktu atau menjadi kredit bermasalah. Di dalam lembaga keuangan banyak kejadian kredit yang diberikan menjadi bermasalah yang disebabkan beberapa faktor di antaranya usaha yang dibiayai mengalami  kebangkrutan, penurunan omset penjualan, kalah bersaing dengan pengusaha yang lain akibat krisis ekonomi.

Debitur bisa saja sengaja melakukan penyimpangan penggunaan kreditnya, seperti membiayai usaha yang tidak jelas. Kredit digunakan untuk kebutuhan pribadi sehingga sumber pendapatan usaha tak mampu mengembalikan kredit tiap bulannya dan akhirnya menjadikan usaha debitur bangkrut.

Kondisi kredit yang telah diberikan bank kepada debitur dalam jumlah besar ternyata tidak dapat dikembalikan oleh debitur tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang mengakibatkan terganggunya likuiditas perbankan itu sendiri.

Pada umumnya penyelesaian kredit bermasalah di BPR oleh manajemen selalu berupaya mulai tahap persuasif  sampai dengan melakukan somasi, pemblokiran agunan dan upaya penyelamatan lainnya. Namun apabila hal-hal tersebut tidak menunjukkan hasil maka manajemen BPR cenderung melakukan 2  jalur penyelesaian.

Made Amitaba melihat penyelesaian kredit melalui jalur litigasi (proses peradilan). Alternatif kedua BPR bisa melakukan penyelesaian kredit melalui jalur non litigasi (di luar proses peradilan).

Ketua DPK Perbarindo Kota Denpasar, Made Sumardhana mengatakan peningkatan angka kredit bermasalah yang melampui angka 5 persen mesti disikapi dengan pendekatan ke masing-masing debitur. Untuk mendorong debitur memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit, BPR mesti melakukan upaya pendekatan kepada debitur yang bermasalah.

Komisaris BPR Pasar Umum ini  memaparkan BPR mesti melakukan pendekatan kepada semua debitur yang mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran kredit.  “Harapan dari pendekatan ke debitur, nasabah menjadi lancar membayar angsuran kredit,” ucapnya.

Senada dikatakan Made Sumardhana jika debitur tidak mampu membayar angsuran bisa dilakukan dua jalan. BPR bisa melakukan penyelesaian kredit melalui jalur litigasi (proses peradilan) atau melakukan penyelesaian kredit melalui jalur non litigasi (diluar proses peradilan). (kup)