Denpasar (Bisnis Bali) – Industri bank perkreditan rakyat (BPR) dihadapkan dengan persaingan yang begitu ketat antar lembaga keuangan termasuk perusahaan financial technology (Fintech). Ketua DPD Perbarindo Bali, Ketut Wiratjana Minggu (2/9) mengatakan, industri BPR dituntut melakukan penguatan internal sehingga bisa tetap eksis menghadapi persaingan.
Di tengah perkembangan teknologi informasi (TI), BPR dituntut perlu melakukan evaluasi terhadap kuantitas dan kualitas SDM. Ini agar manajemen BPR bisa lebih baik dan lebih prudential. Ia menjelaskan industri BPR menghadapi banyak tantangan. Ini termasuk risiko yang dihadapi dalam menjalankan operasional perbankan.
Menyikapi tantangan tersebut, industri BPR membutuhkan pelaku industri perbankan yang adaptif, dan responsif. SDM BPR ini dituntut siap melakukan pengendalian internal termasuk penerapa TI. Untuk siap menghadapi tantangan ke depan industri BPR wajib melakukan pemenuhan ketentuan permodalan.
“Ini menjadi hal penting karena waktunya tinggal tahun depan,” ucapnya.
BPR juga wajib memenuhi ketentuan modal yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, OJK telah menyiapkan RPOJK tentang POJK penggabungan, pengambilalihan dan peleburan BPR.
Perbarindo telah bekerjasama dengan Ditjen Dukcapil dan PKS akan berakhir 20 Nopember 2018. Untuk itu bagi BPR yang belum menindaklanjuti PKS melalui akses data dukcapil baik on line maupun off line agar segera menindaklanjuti sampai batas waktu yang telah ditetapkan.
Untuk penguatan industri BPR di Bali, DPD Perbarindo bersama OJK, dan BPD Bali sedang melakukan penjajakan membentuk APEX BPR. Ini untuk memperkuat bisnis BPR ke depan. (kup)