NPL jadi Tantangan Perbankan

233

Denpasar (Bisnis Bali) – Perbankan pada semester II masih memiliki tantangan berat, salah satunya rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL). Karena itu, penilaian risiko kredit jangan sampai lengah karena sebagai indikator penyumbang NPL sektor jasa keuangan.

Pemerhati perbankan Dr.Indrawan di Sanur, Jumat (17/8) mengatakan, bila melihat NPL perbankan (bank umum dan BPR) yang masih tergolong tinggi di kisaran 3,73 persen pada kuartal II 2018, itu menunjukkan kondisi ekonomi masih mempengaruhi kinerja debitur bank. NPL bisa terjadi bukan karena satu faktor yaitu debitur tidak membayar, melainkan ada beberapa faktor seperti keterlambatan pembayaran, kondisi ekonomi, bencana alam sehingga tak mampu bayar atau macet.

“Sektor perbankan bukan berarti bank umum saja, karena ada BPR yang rentan menyumbang NPL tinggi,” katanya.

Untuk itu sektor jasa keuangan ini harus mampu melakukan terobosan menekan NPL agar tidak melebihi 5 persen pada semester II tahun ini. Penyumbang NPL bisa berasal dari segala sektor. Sektor perdagangan, pariwisata, konstruksi dan properti misalnya. Perbankan membiayai sektor-sektor tersebut, tapi karena kondisi ekonomi kurang bagus, membuat usaha yang dimiliki debitur tidak berjalan seiring turunnya daya beli. Akibatnya terjadi kelambatan pembayaran dan terbaca di laporan perbankan ada tambahan NPL. Bisa pula karena penyaluran kredit menurun sehingga saat dibagi dengan rasio lain terlihat NPL tinggi.

Agar bisa menekan NPL, ia berharap, bila karena keterlambatan pembayaran maka bank harus meningkatkan proses penagihan kepada para debitur yang sebelumnya lewat surat kepada nasabah yang terlambat membayar kreditnya pada saat jatuh tempo. Bila terdesak perlu melakukan restrukturisasi pada kredit yang memburuk serta pro aktif dengan meningkatkan pencadangan.

“Termasuk perbankan tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit,” sarannya.

Ia juga berharap kondisi ekonomi segera tumbuh signifikan. Bila perbankan dalam menyalurkan kredit tinggi, namun tak didorong perbaikan ekonomi secara makro, maka ada kemungkinan NPL pada akhir tahun tetap tinggi. (dik)