CMP Diterapkan untuk Kelola Risiko di Pasar SBN

318

Denpasar (Bisnis Bali) – Untuk menciptakan pasar keuangan yang tangguh, pemerintah telah menerapkan Crisis Management Protocol (CMP) untuk mengelola risiko di pasar surat berharga negara (SBN).  Itu merupakan kebijakan khusus untuk mengatasi krisis yang dimasukkan dalam undang-undang dan pengaturan fasilitas swap berdasarkan kerjasama internasional.

“Di samping itu juga telah disiapkan skema Bond  Stabilization Framework (BSF) untuk memitigasi  dampak sudden reversal dengan melibatkan BUMN-BUMN terkait,” kata Kepala Subdikrektorat Hubungan Investor Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko I Gede Yuddy Hendranata di Renon.

Bila dibandingkan negara lain di  dunia selama 10 tahun terakhir ini, rata-rata defisit  Indonesia termasuk yang paling kecil -1,6 persen per PDB dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang  cukup tinggi mencapai 5,6 persen. Diakui, negara lainnya seperti Turki memiliki rata-rata defisit -2,1 persen  dan pertumbuhan 4,8 persen, Brazil dengan rata-rata defisit -4,3 persen dan  rata-rata pertumbuhan  2,1 persen, Mexico dengan rata-rata defisit -3,3persen dan  rata-rata pertumbuhan 2,2 persen serta Argentina dengan rata-rata defisit -2,7persen dan rata-rata pertumbuhan 2,2 persen.

“Hal ini menunjukkan dengan defisit yang kecil,  perekonomian Indonesia mampu tumbuh dengan relatif tinggi,” ujarnya.

Ia menilai, berbagai upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut telah mendapat apresiasi dari lembaga internasional yang menilai bila pemerintah  telah mejalankan perannya dengan baik. Selain beberapa  indikator, kata dia, terdapat beberapa  indikator lain yang menunjukkan hal positif atas  kinerja pemerintah yaitu peringkat 72  Ease  of Doing  Business 2018 atau naik 19 peringkat, predikat  negara dengan  tingkat kepercayaan  publik tertinggi  kepada pemerintah dari Galup World  Poll dan peringkat ke-2  negara tujuan investasi menurut US News.

“Selain  ditunjukkan oleh meningkatnya kepercayaan  investor, hasil pembangunan dan reformasi struktural  yang tengah dilakukan pemerintahan saat ini, juga  ditunjukkan oleh meningkatnya posisi Global  Competitiveness Index Indonesia dari posisi 41 pada 2016 menjadi 36 pada 2017,” jelasnya.

Beberapa indikator yang mendukung kenaikan peringkat tersebut adalah adanya perbaikan di sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan dasar, serta  teknologi. Hal ini membuktikan belanja produktif yang dilakukan pemerintah memiliki hasil nyata yang diakui  oleh lembaga internasional sekelas World Economic  Forum. (dik)