Denpasar (Bisnis Bali) – Untuk menciptakan pasar keuangan yang tangguh, pemerintah telah menerapkan Crisis Management Protocol (CMP) untuk mengelola risiko di pasar surat berharga negara (SBN). Itu merupakan kebijakan khusus untuk mengatasi krisis yang dimasukkan dalam undang-undang dan pengaturan fasilitas swap berdasarkan kerjasama internasional.
“Di samping itu juga telah disiapkan skema Bond Stabilization Framework (BSF) untuk memitigasi dampak sudden reversal dengan melibatkan BUMN-BUMN terkait,” kata Kepala Subdikrektorat Hubungan Investor Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko I Gede Yuddy Hendranata di Renon.
Bila dibandingkan negara lain di dunia selama 10 tahun terakhir ini, rata-rata defisit Indonesia termasuk yang paling kecil -1,6 persen per PDB dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi mencapai 5,6 persen. Diakui, negara lainnya seperti Turki memiliki rata-rata defisit -2,1 persen dan pertumbuhan 4,8 persen, Brazil dengan rata-rata defisit -4,3 persen dan rata-rata pertumbuhan 2,1 persen, Mexico dengan rata-rata defisit -3,3persen dan rata-rata pertumbuhan 2,2 persen serta Argentina dengan rata-rata defisit -2,7persen dan rata-rata pertumbuhan 2,2 persen.
“Hal ini menunjukkan dengan defisit yang kecil, perekonomian Indonesia mampu tumbuh dengan relatif tinggi,” ujarnya.
Ia menilai, berbagai upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut telah mendapat apresiasi dari lembaga internasional yang menilai bila pemerintah telah mejalankan perannya dengan baik. Selain beberapa indikator, kata dia, terdapat beberapa indikator lain yang menunjukkan hal positif atas kinerja pemerintah yaitu peringkat 72 Ease of Doing Business 2018 atau naik 19 peringkat, predikat negara dengan tingkat kepercayaan publik tertinggi kepada pemerintah dari Galup World Poll dan peringkat ke-2 negara tujuan investasi menurut US News.
“Selain ditunjukkan oleh meningkatnya kepercayaan investor, hasil pembangunan dan reformasi struktural yang tengah dilakukan pemerintahan saat ini, juga ditunjukkan oleh meningkatnya posisi Global Competitiveness Index Indonesia dari posisi 41 pada 2016 menjadi 36 pada 2017,” jelasnya.
Beberapa indikator yang mendukung kenaikan peringkat tersebut adalah adanya perbaikan di sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan dasar, serta teknologi. Hal ini membuktikan belanja produktif yang dilakukan pemerintah memiliki hasil nyata yang diakui oleh lembaga internasional sekelas World Economic Forum. (dik)