KINTAMANI di Kabupaten Bangli, tidak hanya terkenal karena hasil jeruknya namun juga kopi Arabika. Kualitas kopi Kintamani sudah terkenal, karena memiliki cita rasa unik yang tidak dimiliki kopi daerah lainnya.
Ketut Kari, petani kopi di Desa Catur, Kintamani, Bangli memaparkan budi daya kopi Arabika di Desa Catur, sudah diintensifkan sejak zaman Belanda. Hingga kini budi daya kopi terus dilakukan petani di Kintamani. Pertanian kopi mampu memberikan kesejahteraan kepada para petani, karena kualitas kopi Kintamani telah diakui dunia.
“Saya memiliki lahan 7 hektar, 4 hektar saya tanami kopi saja dan 3 hektar tumpang sari dengan jeruk. Panen kopi bisa dilakukan setahun sekali, puncaknya pada bulan 6-8,” tukasnya.
Ia mengatakan per hektar bisa menghasil 7 ton buah kopi atau 1,5 ton setelah menjadi green bean atau kopi yang belum disangrai. Dengan harga jual green bean Rp 85 ribu per kilogram, per hektar petani bisa memperoleh pendapatan Rp 85 juta sekali panen.
“Kopi Kintamani ini kualitas ekspor, sehingga pemasaran tidak ada kendala. Saya jual ke distributor dan kedai kopi di seluruh Indonesia, ada ke Jawa, Jakarta Bandung, Surabaya, kalau ekspor ke Jepang, Korea, Taiwan dan Dubai melalui rekanan,” tukasnya.
Per tahun ia mengaku bisa memasarkan 50 ton green bean, yang dihasilkan petani kopi yang tergabung dalam subak Abian Tri Guna Karya. (pur)