Tabanan ( Bisnis Bali) – Rencana pemerintah akan mengimpor beras 500 ribu ton guna menyikapi melonjaknya harga beras secara nasional, menurut Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi (Perpadi) Bali, AA Made Sukawetan, kebijakan tersebut tak relevan dilakukan. Terlebih lagi, jika beras impor tersebut beredar di Bali nantinya. Impor beras tak sejalan dengan stok beras dan kondisi produksi yang akan mendekati musim panan pada Maret mendatang.
“Kebijakan impor beras ini tidak pas dilakukan, khususnya jika tujuannya untuk meredam lonjakan harga beras di Bali. Sebab saat ini, stok beras di Pulau Dewata secara umum mencukupi,” tutur Sukawetan tanpa menyebutkan angka pasti jumlah stok beras yang ada saat ini, Rabu (17/1) kemarin.
Paparnya, pihaknya sempat diundang rapat oleh Bulog, yang melibatkan juga dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali, hasil rapat tersebut memang terpantau harga beras di pasaran mengalami lonjakan saat ini. Harganya naik menjadi Rp 10.500-Rp 10.600 per kg. Harga tersebut melewati ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang dipatok Rp 9.450 per kg. Namun diakuinya, lonjakan harga beras ini kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan.
Jelas Sukewatan, saat ini stok beras di tingkat usaha penggilingan atau anggota Perpadi di Bali masih menyisakan stok hingga Februari mendatang. Di sisi lain, jumlah stok tersebut ditopang juga dengan keberadaan beras di Bulog Bali yang mencapai 10.000 ton atau menyisakan stok hingga tiga bulan ke depan. Artinya, pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan di Bali masih aman, karena Maret mendatang akan terjadi panen raya yang akan berpengaruh pada melimpahnya stok gabah sekaligus beras nantinya. (man)