Mangupura (bisnisbali.com) –Kasus kematian babi mendadak yang mencapai 606 ekor di sejumlah kabupaten/kota di Bali, sangat meresahkan para peternak babi. Namun
Dr. Drh. IKG Nata Kesuma, MMA, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali mengharapkan masyarakat Bali untuk tenang karena kasus sudah menurun dan tidak berpotensi menular pada manusia.
Ditemui saat sosialisi antisipasi dan penanggulangan virus pada ternak babi, Senin (27/1) lalu di Kabupaten Badung, Nata Kesuma mengatakan sudah terjadi penurunan kasus dalam minggu ini yaitu hanya terjadi 14 kasus kematian babi yaitu Gianyar 7 ekor, Denpasar 4 ekor, Tabanan 2 ekor, Karangasem 1 ekor.
Ditegaskan, virus yang menyerang belum dapat dipastikan apakah karena virus African Swine and fever (ASF) karena uji laboratorium belum diketahui hasilnya dan pihaknya masih menunggu konfirmasi dari laboratorium di Medan.
Dikatakan, kasus kematian babi mendadak mulai terjadi pada 27 Desember 2019 dan jumlah kasus terus merangkak naik hingga puncaknya terjadi pada 20 Januari 2020 yaitu total 606 kasus dengan kasus terbanyak di Badung. Sejak 22 Januari 2020 berdasarkan laporan dari tim pemantau di sentra-sentra peternakan babi sudah terjadi penurunan kasus yang sangat signifikan yaitu hanya 14 ekor.
Dari gejala klinis di lapangan, dikatakan, sangat sulit dibedakan dengan penyakit hog cholera atau penyakit lainnya karena memang gejalanya mirip dengan ASF. Cuma pembedanya nanti adalah hasil dari uji laboratorium. Sementara pengamatan klinisnya sangat mirip sehingga sulit untuk membedakan.
“Sebenarnya sebelum terjadi kasus kematian babi ini kami sudah melakukan langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi, termasuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas sumber pakan karena banyak peternak sebelumnya menggunakan pakan dari limbah Hotel maupun limbah dari pesawat,” paparnya. Kemudian juga lalu lintas orang yang melakukan penangkapan babi, sudah diimbau untuk diwaspadai.
“Ternyata peternak itu kalau belum terjadi kasus mereka tidak bisa disiplin. Sekarang setelah terjadi kasus baru mulai melakukan pengetatan. Kasus yang terjadi ini juga karena di peternakan yang security-nya lemah. Sumber pakannya mereka macam-macam ada yang dari limbah roti, ada yang dari limbah hotel dan restoran, jadi pakannya amburadul,” ungkapnya.
Selain itu higienitas dan sanitasi di kandang juga ditemukan sangat lemah. Orang lalu lalang bisa masuk yang sangat besar berpotensi menurunkan penyakit.
“Setelah kejadian ternak babi banyak mati tersebut para peternak baru menyadari betapa pentingnya dari apa yang kita edukasi selama ini. Saat ini baru peternak melarang sembarang orang masuk ke kandang. Seharusnya memang tidak boleh masuk sembarangan karena penularan bisa melalui blangsung (alat menangkap babi) yang ke sana ke mari beli babi, tukang tangkap babi, tukang jagal, petugas pengecekan juga jadi potensi tinggi penyebaran virus,” terangnya.
Meski demikian ia optimis siklus penyelenggaraan akan terputus, karena para peternak sudah memutus mata rantai dengan berhenti memelihara babi untuk sementara sehingga kasus putus dengan sendirinya.
“Saat ini kami fokus untuk mengamankan babi – babi pada peternakan yang masih sehat. Skala usaha besar yang mudah diedukasi untuk tidak sembarang membiarkan orang masuk kandang,” ucapnya. Mulai hari ini lakukan edukasi dan sosialisasi terkait pengamanan babi yang sehat.
Sementara terkait pengaruh terhadap Hari Raya Galungan dikatakan pasti ada karena populasi berkurang. Tetapi masih banyak juga ternak babi yang aman seperti di Karangasem, Klungkung, Buleleng, Bangli, Tabanan juga cuma daerah Jegu yang kena. “Dengan penurunan kasus ini saya optimis dalam waktu dekat akan kembali normal,” tukasnya. *pur