87,5 Persen UMKM di Bali Terdampak Pandemi

Deputi Direktur BI Provinsi Bali Donny Heatubun mengakui di masa Pandemi Covid-19 ini banyak UMKM yang terdampak.

911
BERTAHAN - Berdasarkan data ada 87,5 persen UMKM yang terdampak, sedangkan 12,5 persen lainnya justru mampu beradaptasi dan bisa tetap jalan bahkan penjualannya lancer.

Denpasar (bisnisbali.com) – Deputi Direktur BI Provinsi Bali Donny Heatubun mengakui di masa Pandemi Covid-19 ini banyak UMKM yang terdampak. Namun ada sebagian usaha kecil yang justru bisa tetap bertahan dan bertumbuh. “Berdasarkan data ada 87,5 persen UMKM yang terdampak, sedangkan 12,5 persen lainnya justru mampu beradaptasi dan bisa tetap jalan bahkan penjualannya lancar,” ujar Donny Heatubun didampingi Kepala Tim Implementasi KEKDA BI Bali Beny Okta Tutuarima pada acara Capacity Building Media, Rabu (29/9) di Sanur yang membahas Peran BI di daerah khususnya di Bali dalam pengembangan UMKM.

Dijelaskan Donny usaha mikro dan kecil ini bisa tetap tumbuh karena mereka memiliki strategi khusus seperti menerapkan  digitalisasi (online) dalam pemasaran maupun transaksi, melakukan penambahan produk yang bisa terjangkau masyarakat luas. “Seperti produk kain endek yang menyasar pangsa pasar masyarakat menengah ke bawah. Jadi meski kondisi lagi lesu ada yang tetap bisa jalan sepanjang ada kemauan,” jelas Donny.

Strategi lainnya yakni memasarkan secara ritel sehingga bisa menjangkau segmen lebih luas. Usaha kecil juga mulai efisien untuk menekan biaya dengan memanfaatkan online. “Contohnya kalau sebelumnya secara fisik ada 10 toko, sekarang diganti dengan 10 toko online sehingga bisa menekan cost,” tambahnya.

Tak itu saja, ada juga yang berbisnis sampingan seperti jadi broker (tanah). Ternyata tambah Donny, UMKM ini memiliki daya adaptif fleksibilitas yang tinggi sehingga bisa tetap bertahan. Meski demikian diakui UMKM juga menghadapi tantangan seperti kemampuan permodalan, SDM juga dalam berproduksi (kualitas). “Karena itu usaha mikro dan kecil ini perlu ada pendampingan sehingga bisa makin berkembang,” tambah Donny.

Dalam Capacity Building Media tersebut, Donny juga memaparkan tugas BI yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran stabilitas sistem keuangan. Di sisi lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Bali juga perlu mengembangkan potensi di luar sektor pariwisata seperti komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekspor yakni kopi, manggis.

Di sisi lain, digitalisasi membantu memperkuat ketangguhan UMKM di tengah pandemi Covid-19. Secara nasional sebelum pandemi, UMKM di Indonesia yang berjumlah hampir 64,2 juta dan memiliki peran strategis atau kontribusi terhadap PDB mencapai 57,24% (sekitar Rp5.721,14 Triliun). Tantangan terbesar UMKM di tengah pandemi saat ini adalah penjualan menurun diikuti masalah permodalan dan distribusi. Jenis usaha yang terdampak bervariasi antara lain jasa, kreatif seperti kuliner dan fashion, pariwisata serta otomotif.

Untuk itu BI melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. BI juga berupaya memperkuat strategi operasi moneter guna meningkatkan transmisi stance kebijakan moneter yang ditempuh, mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), hingga perluasan akses Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi dan pengembangan UMKM.

QRIS sebagai kanal pembayaran non-tunai berbasis digital telah menjadi suatu solusi dalam melakukan transaksi pembayaran nirsentuh yang cepat, mudah, murah, aman dan andal dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan karena tidak memerlukan kontak fisik baik secara langsung maupun tidak langsung antarpengguna.

Sejalan dengan pergeseran pola perilaku preferensi masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang mengedepankan faktor keamanan dan kesehatan, kini masyarakat di Bali, dari sisi merchant pada khususnya, telah beradaptasi dengan penggunaan metode pembayaran digital berbasis QRIS ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan berkembang pesatnya jumlah merchant di Bali yang yang sudah menerapkan digitalisasi pembayaran berbasis QRIS.

Per 24 September 2021, jumlah merchant QRIS di Provinsi Bali tercatat 322.834 merchant, yang mayoritasnya merupakan merchant kategori usaha mikro dengan pangsa 52,1%, dan umumnya berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Jumlah merchant tersebut tumbuh sebesar 85% dibandingkan dengan awal tahun 2021 (ytd), yang menjadikan Provinsi Bali masuk ke dalam daftar 10 provinsi dengan jumlah QRIS terbanyak secara nasional dengan persentase pencapaian sebesar 89% dari target 363.100 pada tahun 2021.

Sementara, program PEN ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian secara keseluruhan, dimulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha (UMKM). Pelan-pelan roda perekonomian mulai berputar. “Dengan adanya program PEN diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi,” terangnya. *rah