BISNISBALI.com – Pergerakan wisatawan di berbagai daerah tanah air mulai menunjukkan peningkatan seiring berlangsungnya momen libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 sehingga harus dapat diantisipasi dengan baik oleh semua pihak dengan menghadirkan layanan prima dan inklusif bagi seluruh wisatawan.
Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana dalam keterangannya, Minggu (22/12/2024), mengatakan, pelayanan prima dan inklusif akan memperkuat citra pariwisata Indonesia sebagai destinasi unggulan yang dikenal luas berkat keindahan alam yang memukau, kekayaan budaya yang beragam, serta keramahan penduduk yang khas.
“Pariwisata Indonesia merupakan salah satu kekuatan besar dunia dengan nilai-nilai keberagaman di dalamnya. Hal inilah yang harus terus kita perkuat dan jaga untuk dapat memberikan pengalaman yang berkualitas dan berkelanjutan bagi wisatawan,” kata Widiyanti.
Salah satu bentuk inklusivitas ini adalah penyediaan layanan tambahan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan layanan wisatawan, termasuk wisatawan Muslim yang merupakan salah satu ceruk pasar terbesar di dunia.
Indonesia memiliki potensi besar yang bahkan telah terkalibrasi dengan raihan penghargaan “Top Muslim Friendly Destination of the Year 2024” dalam Mastercard Crescentrating Global Muslim Travel Index (GMTI).
Konsep wisata ramah Muslim ini pun harus dapat dipahami dengan baik oleh seluruh pihak. Yakni sebagai penyediaan layanan tambahan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi wisatawan Muslim tanpa mengubah karakter destinasi tersebut.
“Layanan dan fasilitas pendukung itu seperti makanan halal, fasilitas ibadah seperti musholla yang nyaman dan lengkap seperti jadwal salat, penunjuk arah kiblat, dan lainnya,” ujar Widiyanti.
Dengan pemenuhan layanan tersebut, diharapkan akan memberikan layanan yang inklusif tanpa mengubah karakteristik utama destinasi. Kementerian Pariwisata sebelumnya telah menerbitkan buku pedoman layanan dasar pariwisata ramah Muslim yang dapat menjadi acuan industri.
Hal senada disampaikan Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa. Pariwisata yang inklusif harus dapat dihadirkan di seluruh destinasi tanah air tanpa mengubah karakteristik bahkan menjadi kekuatan untuk daya tarik destinasi tersebut.
“Seperti di Bali yang kekuatannya ada di budaya. Jadi bagaimanapun pariwisata Bali itu adalah pariwisata yang berbasis budaya kemudian juga alam serta lingkungannya,” katanya.
Ia juga mengajak seluruh pihak saat libur Natal dan tahun baru, sebagai salah satu momen besar sektor pariwisata, harus dapat dimanfaatkan dengan baik untuk memberikan pelayanan prima juga inklusif bagi wisatawan. *rah