Home Bali Atasi Tantangan Bali dalam Pemerataan Pembangunan

Atasi Tantangan Bali dalam Pemerataan Pembangunan

Kemiskinan di Bali pada Maret 2024 tercatat sebesar 4%, turun dari 4,25% pada Maret 2023. Angka kemiskinan ekstrem juga menurun menjadi 0,19% pada 2023. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Bali untuk tahun 2024 (y-o-y) di triwulan I, II, dan III masing-masing mencapai 5,98%, 5,36%, dan 5,43%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Bali juga berhasil menjaga inflasi di kisaran 1-3%, dengan daya beli masyarakat yang tetap terjaga.

9

BISNISBALI.com – Dari segi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Bali mencapai angka 77,1% pada 2023, melampaui rata-rata nasional sebesar 74,39%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 di Bali juga menurun menjadi 1,79%, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional sebesar 4,91%.

Kemiskinan di Bali pada Maret 2024 tercatat sebesar 4%, turun dari 4,25% pada Maret 2023. Angka kemiskinan ekstrem juga menurun menjadi 0,19% pada 2023. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Bali untuk tahun 2024 (y-o-y) di triwulan I, II, dan III masing-masing mencapai 5,98%, 5,36%, dan 5,43%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Bali juga berhasil menjaga inflasi di kisaran 1-3%, dengan daya beli masyarakat yang tetap terjaga.

Demikian tertuang dalam Temu Wirasa Stakeholders 2024 “Creating Your Next Move in 2025: Enhancing Economic Resilience and Equality in Bali” di Nusa Dua, baru-baru ini. Penjabat Gubernur Bali, Mahendra Jaya dalam kesempatan tersebut menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi Provinsi Bali dalam pemerataan pembangunan, seperti penataan sektor penunjang pariwisata dan daya dukung lingkungan. Mahendra menekankan pentingnya infrastruktur strategis, termasuk peningkatan jaringan jalan Bali Utara-Selatan dan dukungan permodalan untuk UMKM guna meningkatkan pemerataan ekonomi dan daya saing di seluruh wilayah Bali. ”Langkah strategis tersebut dapat meningkatkan daya saing kawasan” tutur Mahendra.

Terkait tantangan pembangunan antara Bali Utara dan Bali Selatan, dikatakan, ketimpangan pembangunan di dua wilayah ini menjadi isu penting yang perlu diatasi melalui pengembangan ekonomi kreatif dan UMKM demi mewujudkan Bali yang inklusif, tidak hanya dikuasai oleh bisnis besar.

Ia menekankan pentingnya sinergi seluruh pihak untuk merumuskan langkah strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Bali. Mahendra Jaya mengakui bahwa perekonomian Bali masih terkonsentrasi di wilayah Bali Selatan.

“Perkembangan di Bali Selatan cukup pesat, namun Bali Utara membutuhkan perhatian lebih agar potensi di bidang agrikultur, perikanan, dan pariwisata alamnya dapat tergarap optimal,” ungkapnya.

Ia menyampaikan perlunya pembangunan infrastruktur strategis seperti peningkatan jaringan jalan ke wilayah Bali Selatan dan dukungan modal bagi UMKM di Bali Utara. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Bali dapat tercapai.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan moneter yang stabil serta pengaturan sistem pembayaran yang efisien.

Erwin menekankan bahwa meskipun ekonomi Bali telah pulih pasca-pandemi, disparitas antara Bali Selatan (Sarbagita) dan wilayah non-Sarbagita masih cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, Erwin mengemukakan tiga sinergitas penting yang perlu dijalankan, yaitu pengendalian inflasi dan swasembada pangan, mendorong digitalisasi, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. *dik