PERTANIAN tidak sebatas menjual hasil panen gabah. Menurut pria bernama lengkap I Ketut Purna, pelaku usaha atau petani bisa mendapatkan nilai tambah lainnya dari menjual kredit karbon. Untuk itu, petani harus mengembangkan pertanian dengan pola organik.
“Selain menghasilkan gabah, sektor pertanian juga bisa menghasilkan kredit karbon yang bisa dijual ke perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Facebook, dan Pertamina,” ujar Manajer DTW Jatiluwih ini.
Sebelum mendapatkan kredit karbon, petani harus menerapkan pertanian organik. Saat ini manajemen DTW Jatiluwih sedang mendorong penerapan pertanian organik secara bertahap, yakni 25 persen setiap tahun. Targetnya dalam empat tahun ke depan bisa mencapai 100 persen organik.
Purna yang akrab disapa John melanjutkan, penerapan pertanian padi organik akan menyerap karbondioksida atau CO2 ke tanah, selanjutnya dibuang melalui air dan laut. Penentuan penyerapan CO2 akan dilakukan tim ahli dan ditetapkan sebagai kredit karbon untuk kemudian bisa dijual ke perusahaan besar yang memerlukan surat bukti pengurangan emisi gas rumah kaca.
Rata-rata satu hektar sama dengan empat karbon kredit. Satu kredit karbon dihargai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta. Sementara di DTW Jatiluwih, luas lahan sawahnya mencapai 300 hektar. Artinya, potensi pendapatan dari pertanian organik di Jatiluwih dari kredit karbon bisa mencapai Rp2 miliar lebih. *man