Denpasar (bisnisbali.com)-Pada awal 2025 mendatang pemerintah akan menerapkan opsen pajak atau pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (HKPD).
Salah satu kebijakan yang akan diterapkan yakni 66 persen penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) diberikan kepada kabupaten/Kota. Dengan demikian akan bagaimana dengan pendapatan provinsi yang selama ini cukup besar dari PKB?
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali, I Made Santha saat diwawancarai, Minggu (15/10) mengatakan, sebelum berlakukanya UU 1 Tahun 2022 tentang HKPD, pembagian hasil pemungutan PKB sudah berjalan namun dengan persentase yang berbeda. “Kalau dulu sharingnya (pembagian hasil dari PKB) provinsi 70, kabupaten/kota 30. Kalau sekarang 66 persen ke kabupaten/kota dan 34 persen ke provinsi,” terangnya.
Dengan pembagian hasil tersebut, tentunya pendapatan provinsi dari PKB yang menjadi penghasilan tersebesar ini berkurang. Selain PKB, pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) juga 66 persennya akan dilimpahkan ke kabupaten/kota.
Terkait hal tersebut, Santha mengatakan, provinsi diberikan tambahan kewenangan baru dalam UU HKPD ini. Ada dua tambahan pendapatan yang diberikan kepada provinsi.
Kedua pendapatan tambahan tersebut yakni Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) serta pajak alat berat. Dengan demikian provinsi memiliki 7 kewenangan terhadap objek pajak. Di antaranya, PKB dan BBNKB sesuai dengan persentase, Air Pemukiman, rokok, bahan bakar, MBLB dan alat berat.
Untuk penerimaan pajak alat berat ini, Provinsi Bali akan bekerja sama dengan provinsi lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan alat berat yang bekerja di Bali didatangkan dari provinsi lainnya, namun belum membayar pajak di provinsi tersebut.
“Itu yang akan kami kerjasamakan, alat berat yang datang dari luar Bali namun tidak membayar pajak di provinsi tersebut, bayar pajaknya nanti di Bali,” imbuhnya. *wid