Kamis, November 21, 2024
BerandaPropertiInvestor Diminta Berhati-hati Beli Tanah di Bali

Investor Diminta Berhati-hati Beli Tanah di Bali

Beli Aset Properti di Bali Ternyata Lahannya Sengketa, Investor Bisa Apa?

BISNISBALI.com – Investasi properti di Bali sedang jadi idola di kalangan investor. Namun bukan berarti tanpa risiko. Ada saja penjualan bidang tanah yang tertyata baru diketahui tengah dalam sengketa saat transaksi sudah dilakukan.

Salah satu contoh seperti yang terjadi pada sengketa antara sederet perusahaan properti di kawasan Pantai Pandawa yang terafiliasi dengan PT Bali Ragawisata (BRW) yang digugat oleh Saiman Ernawan, yang merupakan pemegang saham dari PT BRW sebagaimana diambil dari website sipp.pn-Denpasar.go.id. PT BRW saat ini dipimpin oleh Triono Juliarso Dawis, yang merupakan anak dari pemegang saham PT BRW lainnya, yaitu Didi Dawis. Sejumlah aset milik PT BRW yang telah dibeli investor, belakangan diketahui ternyata tersangkut dalam sengketa tersebut.

Merespons hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana-Bali, I Dewa Gede Palguna menekankan pentingnya kewaspadaan bagi investor yang ingin membeli lahan di Bali.

“Lahan di Bali memang menjadi incaran bagi investor yang ingin mengembangkan sektor pariwisata, namun dalam praktik jual-beli tanah, penting untuk berhati-hati,” ujarnya.

Ia menekankan, pembeli harus melakukan pengecekan terhadap keaslian sertifikat dan lokasi tanah. Palguna mengingatkan bahwa pembeli berpotensi mengalami masalah jika aset yang mereka beli ternyata dalam sengketa. Dalam hal ini, pembeli yang melakukan transaksi secara sah tetap harus memahami situasi internal perusahaan pemilik aset.

Mereka perlu meminta klarifikasi dalam perjanjian jual beli untuk memastikan legalitas transaksi. Bagaimana bila status sengketa baru diketahui setelah transaksi jual beli dilakukan?

Dewa Palguna menjelaskan, pembeli bisa melaporkan kepada pihak berwajib jika terjadi indikasi penipuan dan mempertimbangkan pembatalan perjanjian.

“Perusahaan pemilik aset bertanggung jawab atas transaksi yang tidak jelas. Hukum pertanahan mengatur bahwa transaksi harus tunai dan terang,” tegasnya.

Dalam konteks sengketa properti, Pakar Hukum Properti Rizal Siregar menjelaskan bahwa nasib pembeli tergantung pada tiga rantai sengketa. Pertama, jika pembeli melakukan transaksi sah, mereka harus meminta klarifikasi mengenai masalah internal perusahaan terkait aset.

Jika aset ternyata dalam sengketa, pembeli harus menyadari bahwa perjanjian jual beli tetap sah dan mengikat.

Rizal juga menegaskan, jika pembeli baru mengetahui aset yang dibeli dalam sengketa, mereka harus melaporkan dugaan penipuan kepada polisi dan mempertimbangkan pembatalan perjanjian.

“Perusahaan pemilik aset bertanggung jawab atas transaksi yang tidak jelas. Hukum pertanahan mengatur bahwa transaksi harus tunai dan terang,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Dosen Fisipol Universitas Warmadewa Denpasar, I Nyoman Wiratmaja, menyatakan bahwa pesatnya perkembangan pariwisata di Bali meningkatkan permintaan lahan, namun hal ini juga berpotensi memperburuk praktik mafia tanah. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam tawaran menggiurkan dari calo tanah.

“Masyarakat Bali harus sadar akan tanggung jawab pelestarian budaya, terutama terkait kepemilikan tanah leluhur yang diwarisi,” ujar Wiratmaja.

Sebagai informasi, PT BRW, yang didudukkan sebagai Tergugat I, telah menjual asetnya senilai Rp. 1,7 triliun. Aset tersebut mencakup tanah di Bukit Pandawa yang dulunya merupakan bagian dari proyek Mandarin Oriental Hotel & Residence, proyek Cheval Blanc, proyek Swissotel resort, proyek Waldorf Astoria, dan bidang tanah lainnya seluas 685,982 m2. Gugatan dilayangkan lantaran Saiman sebagai salah satu pemegang saham PT BRW memandang bahwa nilai transaksi jual beli tersebut terlalu rendah.

Menurutnya, jika aset-aset tersebut dijual berdasarkan ZNT, dengan nilai terendah akan mendapat Rp 3,1 triliun. Sedangkan jika dijual dengan harga tertinggi akan mendapat Rp 6,3 triliun.

Kecurigaan Saiman hingga melayangkan gugatan juga didasarkan pada fakta yang ia temukan bahwa para pembeli aset tersebut, antara lain PT Harmoni Cakrawala Bali, PT Pandawa Bali Heritage, PT Seaside Pandawa Villa, PT Peninsula Bukit Perkasa, PT Bali Indonesia Persada dan PT Panca Pandawa Indonesia, rupanya saling terafiliasi termasuk dengan para pembeli tagihan (cessie) kreditur PT BRW, yaitu Gallus Tigris Trigon VCC, Dennis Lim Ching-EE, PT Greenhill Prime Power, PT Alpha Prima Gemilang dan PT Inti Gemilang Indonesia. *ist

Berita Terkait
- Advertisment -

Berita Populer