Denpasar (bisnisbali.com)-Harga babi di tingkat peternak saat ini cukup tinggi sudah mencapai Rp50.000 per kilogram berat hidup. Tingginya harga babi yang terjadi sejak sebulan terakhir ini kuat dipengaruhi oleh pengiriman babi yang dilakukan ke Sulawesi.
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, Minggu (18/8), mengatakan, beberapa waktu lalu terjadi pengiriman cukup banyak ke Sulawesi yang membuat populasi babi menjadi berkurang. Hal tersebut mempengaruhi harga babi di Bali yang saat ini telah menyentuh Rp50.000 per kilogram. Harga tersebut sudah melampaui harga proses produksi (HPP) yaitu Rp40.000 per kilogram.
Pengiriman babi ke Sulawesi Utara ini menjadi pertama kalinya dilakukan Bali atas permintaan Gubernur Sulawesi Utara. Hal tersebut lantaran wilayah Sulawesi tengah dilanda wabah African Swine Fever (ASF) sehingga membuat kekurangan populasi babi.
“Gubernur Sulawesi Utara yang melakukan permintaan langsung agar tidak terjadi lonjakan harga babi yang tinggi di wilayahnya, maka babi didatangkan dari Bali. Hal ini membuat populasi di Bali jadi minim. Selain juga dikirim ke Jakarta, Kalimantan sampai Surabaya,” katanya.
Selain populasi minim, lanjut Hari, saat pengiriman berlangsung juga terjadi rebutan pasokan agar kouta segera terpenuhi. Hal ini membuat siapa yang memberikan harga tinggi yang cepat koutanya terpenuhi. Dengan itu, menjadi harga yang dipatok sehingga harga babi pun mengalami kenaikan begitu cepat sejak sebulan terakhir.
Demikian dikatakannya, harga saat ini sudah sangat tinggi yang melampaui HPP. “GUPBI sendiri sebenarnya tidak menginginkan harga yang terlalu tinggi ini, karena akan berpengaruh juga terhadap harga daging. Apalagi jelang Galungan. Tapi mahalnya babi ini terjadi bukan karena kita,” imbuhnya. *wid