Tabanan (bisnisbali.com)-Kabupaten Tabanan mendapat bantuan program rintisan desa organik berbasis komoditas kakao tahun 2024. Bantuan dari Kementerian Pertanian RI dengan sumber dana APBN ini dialokasikan ke kawasan pengembangan kakao di Kecamatan Selemadeg Barat (Selbar).
Penyuluh Tingkat Muda Dinas Pertanian Tabanan I Ketut Yuli Aryani, Kamis (4/7), mengungkapkan hanya satu kelompok yang mendapat alokasi bantuan sebagai rintisan desa organik berbasis kakao, yakni Subak Abian Lembung Sari, Desa Lumbung, Kecamatan Selemadeg Barat. “Mekanisme untuk mendapat bantuan rintisan desa organik kakao ini mengacu pada potensi pengembangan kakao di lokasi tersebut,” tuturnya.
Diterangkannya, program rintisan yang didapat Subak Abian Lembung Sari berupa pendampingan dari Dinas Pertanian agar bisa mendapatkan sertifikat organik dalam pengembangan tanaman kakao yang diterima pada tahun keempat. Guna mencapai hal itu, pada tahun pertama penerima bantuan diberikan sapi, kandang sapi, rumah kompos dan sarana pertanian yang nantinya diharapkan sebagai penunjang agar menghasilkan produksi kakao organik.
Kabupaten Tabanan tidak hanya mendapat bantuan program rintisan desa organik pengembangan kakao tahun ini. Salah satu subak abian di wilayah ini sudah mengantongi sertifikat organik untuk pengembangan kakao setelah mendapatkan program yang sama selama empat tahun. “Subak Abian Waru, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, telah mendapatkan sertifikat organik untuk pengembangan kakao berupa sertifikat SNI dan sertifikat Eropa,” ujarnya.
Yuli Aryani menjelaskan, mengantongi sertifikat organik pada produksi kakao yang dihasilkan tentu akan memberi nilai tambah bagi subak abian, terlebih di tengah tingginya permintaan pasar di dalam negeri dan ekspor terhadap kakao. Saat ini harga kakao di petani rata-rata Rp35.000 sampai Rp120.000 per kilogram tergantung kualitas. Harga yang berlaku sekarang naik dibandingkan sebelumnya.
Ditambahkannya, agar petani kakao bisa menikmati untung setelah mengantongi sertifikat kualitas organik, dibutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah daerah. Sebab, sertifikat organik hanya berlaku selama setahun dan harus diperpanjang lagi, padahal biayanya cukup besar. ”Harus dipikirkan setelah habis masa berlakunya. Jadi, dibutuhkan alokasi APBD untuk mendandani agar produksi kakao organik di Tabanan berkelanjutan,” tutupnya. *man