Tabanan (bisnisbali.com) –Seiring peningkatan kunjungan wisatawan ke Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, manajemen berencana akan memberikan subsidi untuk sektor pertanian di kawasan yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD). Hal itu sesuai rancangan bahwa di tahun 2025 pertanian di Subak Jatiluwih ditarget menerapkan sistem organik secara penuh.
Menariknya pemberian subsidi ini tidak hanya pada sistem pemupukan saja, namun manajemen juga akan membantu pada sistem penyemprotan tanaman padi yang akan menggunakan drone. Sehingga diharapkan akan semakin memudahkan petani dan memaksimalkan produksi yang nantinya akan berdampak pada semakin sejahteranya petani di Desa Jatiluwih.
Manajer DTW Jatiluwih John Ketut Purna, mengatakan rancangan ini bagian dari upaya mensejahterakan petani. Sekaligus bukti nyata dari turut sertanya Manajemen DTW untuk memikir keberlangsungan dari pertanian di Jatiluwih. “Tidak hanya memikirkan wisatawan yang datang, tapi petani harus dipikirkan dan diberikan bantuan dari hasil obyek wisata ini,” tuturnya.
Penerapan pertanian organik bakal dilakukan bertahap dan sudah dimulai dari tahun 2023 yang nantinya diterapkan secara penuh pada tahun 2025 nanti. Yakni, dimulai dengan pola penggunaan pupuk organik sebesar 25 persen dan penggunaan pupuk kimia 75 persen. Kemudian porsinya berubah menjadi penggunaan 50 persen organik dan 50 persen pupuk kimia. Selanjutnya organik sebesar 75 persen dan pupuk kimia sebesar 25 persen. Kemudian baru tahun 2025 seluruh lahan pertanian di Jatiluwih menggunakan pupuk organik mencapai 100 persen.
Jelas John, manajemen telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 700-800 juta untuk memberikan subsidi pupuk kepada petani setiap tahunnya. Selain itu, untuk kebutuhan pupuk, manajemen sudah menjajaki kerja sama.
Namun saat ini sudah ada sebagian petani yang menerapkan sistem organik lewat pupuk dan hasilnya ada peningkatan. Untuk itu dia optimistis di 2025 pertanian di Subak Jatiluwih akan mampu menerapkan 100 persen pertanian organik.
“Saat ini dari 300 hektar luas lahan, baru sekitar 25 persen yang menerapkan sistem organik,” pungkasnya.
Sementara itu, selama kegiatan KTT WWF ke 10 tercatat ada puluhan negara peserta delegasi yang datang ke DTW Jatiluwih. Sedangkan jika dirata-ratakan total kunjungan wisatawan yang datang mencapai 1.200-1.500 orang per hari atau mengalami lonjakan dibandingkan biasanya yang hanya mencapai 600-800 orang per hari.
“Dibandingkan dengan sebelumnya, peningkatan kunjungan selama kegiatan WWF ini hampir mencapai 50-100 persen per hari untuk di bulan Mei,” ujarnya.
Peningkatan kunjungan tersebut tentunya memberi berkah tersendiri, terlebih lagi sejak April 2024 manajemen DTW Jatiluwih telah menaikan harga tiket masuk ke kawasan untuk wisatawan mancanegara. Yakni, dari Rp40 ribu menjadi Rp50 ribu.*man