Gianyar (Bisnis Bali.com) –
Nasib ratusan sopir di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bali tidak jelas. Mereka terancam jatuh menjadi KK miskin baru bahkan di PHK jika pemerintah menerapakan sistem outsourcing akhir 2024 mendatang. Kondisi ini terungkap saat ratusan sopir di Pemprov Bali mengadukan permasalahannya di rumah aspirasi I Nyoman Parta, Desa Guwang, Sukawati, Senin (15/4).
Kordinator sopir I Dewa Gede Sutirta, mengatakan, mereka datang bersama sekitar 200 orang sopir serta waker yang selama ini bekerja di Lingkungan Pemprov Bali. Permasalahan selama ini, para sopir dan waker sudah pernah didata pada Tahun 2022 untuk masuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Namun hasilnya mereka dikatakan tidak memenuhi syarat. “Dari tahun tersebut tidak ada tindak lanjut apa-apa lagi, namun katanya akan diganti dengan dioutsourcing setelah 25 Desember 2024,” ucapnya.
Atas kondisi tersebut, mereka berinisiatif mendatangi I Nyoman Parta selaku perwakilan di Jakarta untuk mengetahui kebeneran kabar tersebut. Mereka juga meminta solusi agar nasib mereka jelas. “Sebab para sopir ini ada yang sudah melayani para pejabat sejak 2005 silam, bahkan sopir sekda, kadis, dan gubernur pun juga tidak tau harus mengadu kemana lagi,” ujarnya.
Menanggapi aduan para sopir, Anggota DPR RI Nyoman Parta mengaku baru mengetahui ada permasalahan itu. Padahal selama ini ia juga berjuang untuk penyuluh bahasa Bali agar bisa menjadi P3K dan perjuangan tersebut telah berhasil 60 persen. “Pada hal permasalahan yang dihadapi sama, yakni tidak memenuhi kreteria,” ujarnya heran.
Untuk itu ia memberikan jalan agar para sopir ini untuk audiensi ke DPRD Bali dan Pj Gubernur agar pejabat pemerintah tersebut bersurat ke Jakarta terkait permasalahan ini. “Kalau saya tidak bisa mengeluarkan surat, nanti suratnya dikeluarkan Gubernur, Gubernur, BKPSDM. “Setelah itu baru bisa saya bicarakan dengan komisi 2 DPR RI,” jelasnya.
Karena waktunya tinggal 8 bulan lagi. Minimal hasilnya para sopir ini tetap menjadi pegawai kontrak atau maksimal sebagai pegawai P3K dan tidak sebagai outsourcing. “Saya sendiri sangat tidak setuju dengan sistem tenaga kerja outsourcing, itu adalah sistem perbudakaan modern, dan akan melahirkan keluarga-keluarga miskin baru,” tandas politisi asal Desa Guwang Sukawati ini. * kup