KELOMPOK komoditas yang mengalami kenaikan paling tinggi pada periode menjelang Pemilu di antaranya kelompok penyediaan makanan minuman dan kelompok pakaian jadi. Namun kondisi tersebut dinilai tak berpengaruh signifikan terhadap tekanan inflasi.
Dampak penyelenggaraan pemilu dinilai rendah terhadap inflasi di Bali. Kondisi ini mengacu pada Pemilihan Gubernur Bali tahun 2013 dan Pemilu Presiden dan Legislatif tahun 2014, tekanan inflasi lebih disebabkan oleh dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (premium dan solar) dan tarif dasar tenaga listrik.
Sementara pada penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Legislatif tahun 2019, inflasi bulanan terpantau tetap terkendali, yaitu rata-rata inflasi 3 bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu sebesar 0,18 persen (mtm) dan pada bulan pelaksanaan Pemilu sebesar 0,15 persen (mtm).
Kepala KPw BI Bali, Erwin Soeriadimadja di Denpasar menjelaskan, ke depan Bank Sentral akan terus memperkuat kebijakan moneter yang pro-stability dan mempererat sinergi kebijakan dengan pemerintah guna memastikan inflasi 2024 berada dalam kisaran 2,5 plus minus 1 persen, baik level nasional maupun regional. “Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat respons kebijakan moneter dan inovasi untuk meningkatkan efektivitasnya dalam memastikan terkendalinya inflasi dan tetap stabilnya nilai tukar rupiah,” ujar Erwin.
Di samping itu, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), akan selalu mengawal stabilitas inflasi di Bali melalui kerangka 4 K, yaitu Ketersediaan pasokan melalui kerja sama antar daerah, pemanfaatan lahan tidur Pemda untuk penanaman cabai. Keterjangkauan harga melalui operasi pasar dan bazaar murah, Kelancaran distribusi dan Komunikasi yang efektif misalnya dengan info mengenai pasar murah yang lebih ekstensif agar diketahui lebih banyak oleh masyarakat.
“Tekanan inflasi gabungan 2 kota di Bali pada 2023 makin menurun dari tahun sebelumnya, dan pihaknya optimis pada 2024 akan berada pada kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen,” tambah Erwin.
Berdasarkan data BPS, realisasi inflasi gabungan 2 kota di Bali menurun dari 6,20 persen pada 2022 menjadi 2,77 persen pada 2023. Tekanan inflasi 2023 terutama bersumber dari kenaikan harga komoditas kelompok volatile foods, seperti beras, cabai, daging ayam, dan bawang putih. Produksi padi dan cabai mengalami penurunan akibat dampak el-nino pada semester II 2023.
BMKG memprakirakan kondisi iklim di Indonesia netral pada 2024, sehingga Bank Indonesia memprakirakan produksi pertanian berpotensi lebih baik dari tahun sebelumnya dan tekanan inflasi dari sisi volatile foodstidak setinggi tahun sebelumnya.
Selanjutnya pada 2024, BPS akan menambah kota inflasi yaitu Badung dan Tabanan sehingga menambah cakupan luasan wilayah yang dipantau. *dik