KEMARAU panjang membuat produktivitas kakao di kalangan petani Kabupaten Tabanan menjadi menurun tajam. Tak tanggung-tanggung penurunan diprediksi hampir mencapai 75 persen dari rata-rata produksi per pohon pada kondisi normal.
Ketua Koperasi Produsen Manik Amerta Buana di Desa Megati, Kecamatan Selemadeg Timur, I Nyoman Suparman mengungkapkan, kemarau telah membuat sejumlah tanaman kakao di petani menjadi layu. Selain itu, di beberapa tanaman akibat mengalami kekeringan membuat bunga yang menjadi cikal bakal buah kakao menjadi rontok.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan adanya ancaman serangan hama helopeltis yang biasa dikenal dengan nama kepik penghisap buah kakao dan Penggerek Buah Kakao (PBK) yang kedua intensitas serangan hama tersebut meningkat tajam pada musim kemarau ini.
“Pada musim kemarau ini intensitas serangan hama PBK ini meningkat. Sedangkan petani tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi alam yang ekstrim ini,” kilahnya.
Akibatnya, membuat rata-rata produksi kakao di kalangan petani di Kabupaten Tabanan menurun tajam pada tahun ini. Prediksinya, per pohon kakao rata-rata mengalami penurunan produksi hingga 75 persen dari biasanya. Tidak itu saja, dampak kemarau ini juga membuat biji yang dihasilkan menjadi kecil-kecil.
“Tahun ini awalnya kami prediksi bisa mendapat 4 ton dari hasil produksi para anggota petani kakao. Namun kenyataan, kini kami baru mendapatkan 1,5 ton untuk biji fermentasi dan 1 ton untuk kakao biji non fermentasi. Jumlah tersebut sangat jauh menurun dari prediksi, bahkan rata-rata produksi tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Namun jelas Suparman, kini bagi petani yang berhasil mengantongi produksi kakao dengan kualitas baik, karena rutin melakukan perawatan tanaman. Seperti melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik. Maka kata dia, petani tersebut bisa menikmati untung karena harga kakao yang menjadi salah satu komoditi ekspor ini dipasaran tengah melambung.
Terbaru untuk kakao dengan kualitas non fermentasi sudah naik dengan berada di posisi Rp53.000 per kg atau naik dari posisi Rp37.000 per kg. Begitu juga untuk kakao kualitas fermentasi mengalami kenaikan dari Rp55.000 per kg menjadi Rp60.000 per kg.
“Lonjakan harga kakao di tingkat petani sudah terjadi secara bertahap sejak Agustus 2023 lalu. Seiring dengan dampak kemarau panjang,” tandasnya.
Sementara itu di tengah turunnya produksi kakao, permintaan pasar akan komoditi ekspor ini cukup tinggi. Permintaan itu datang dari kalangan industri kecil pengolahan coklat di tingkat lokal, maupun pasar ekspor. Hanya saja permintaan pasar yang tinggi itu, belum bisa terpenuhi dengan baik akibat dampak kemarau panjang ini.*man