Rabu, Oktober 30, 2024
BerandaBaliSektor Jasa Keuangan Mampu Mitigasi Risiko Suku Bunga Global  

Sektor Jasa Keuangan Mampu Mitigasi Risiko Suku Bunga Global  

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko higher for longer suku bunga global.

Denpasar (bisnisbali.com) –Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko higher for longer suku bunga global.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa menyampaikan, sektor perbankan mampu menunjukkan resiliensi dengan permodalan yang tinggi serta didukung dengan risiko kredit yang terjaga di tengah tekanan higher for longer tingkat suku bunga global. Industri perbankan secara umum memiliki permodalan yang solid ditinjau dari Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan yang tinggi sebesar 27,66 persen.

“Fungsi intermediasi perbankan juga berjalan dengan normal dalam menopang perekonomian baik disisi pembiayaan (perkreditan) maupun dalam penghimpunan dana,” katanya.

Pada Agustus 2023, pertumbuhan penyaluran kredit meningkat sebesar 9,06 persen yoy (Juli 2023: 8,54 persen yoy) menjadi Rp6.739,40 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,25 persen yoy. Di sisi kepemilikan, pertumbuhan kredit terbesar tercatat dari bank umum swasta domestik yang tumbuh sebesar 12,34 persen yoy.

Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2023 tercatat sebesar 6,24 persen yoy (Juli 2023: 6,62 persen yoy) atau menjadi sebesar Rp8.082 triliun, dengan kontribusi terbesar dari giro yang tumbuh sebesar 8,02 persen yoy. Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat paska pencabutan status pandemi Covid-19.

Secara global, lebih lanjut diterangkan divergensi kinerja perekonomian global masih terus berlanjut. Di AS, tingkat inflasi yang masih tinggi di tengah masih solidnya kinerja perekonomian mendorong kebijakan The Fed diprediksi lebih hawkish. Di Eropa, meski kinerja perekonomian terus lemah, tingkat inflasi yang masih tinggi sehingga otoritas moneter Eropa kembali menaikkan suku bunganya namun  mengisyaratkan tingkat suku bunga saat ini telah mencapai puncaknya.

Sementara itu di Tiongkok, pemulihan ekonomi yang belum sesuai ekspektasi dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global. Sedangkan insentif fiskal dan moneter yang dikeluarkan otoritas masih terbatas.

Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya kenaikan yield surat utang di AS dan penguatan dolar AS sehingga menyebabkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia. Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat.

Di perekonomian domestik, tingkat inflasi meningkat 3,27 persen yoy, sejalan dengan ekspektasi pasar sebesar 3,3 persen, didorong oleh kenaikan harga sebagian besar kelompok pengeluaran, terutama kategori makanan, minuman dan tembakau. Tren pergerakan inflasi inti masih melambat, menurun menjadi 2,18 persen yoy, yang tercermin juga dari rendahnya penjualan ritel. Namun demikian, kinerja sektor korporasi relatif masih baik terlihat dari PMI Manufaktur yang terus berada di zona ekspansi dan neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus. *dik

Berita Terkait
- Advertisment -

Berita Populer