Dibayangi El Nino, Provitas Padi di Tabanan Hasilkan 8 Ton Per Hektar

151
Made Subagia

Tabanan (bisnisbali.com) – Provitas padi di Kabupaten Tabanan di tengah dampak El Nino yang ditandai kemarau panjang tetap tinggi. Itu tercermin dari panen yang terjadi di sejumlah sentra produksi pada September ini mampu mengantongi hasil mencapai 8 ton per hektar.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan Made Subagia, Selasa (26/9), mengungkapkan pada September ini sejumlah sentra produksi tanaman padi sudah panen. Salah satunya sedang berlangsung di Subak Bengkel, Kecamatan Kediri, pada sawah seluas 335 hektar. Data ini merupakan hasil pantauan di lapangan dan laporan seluruh koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP).

Dari penghitungan provitas panen di Subak Bengkel, khususnya pada demplot pengembangan padi ramah lingkungan, hasil yang didapat di tengah ancaman kemarau panjang masih sangat bagus. Hal itu berdasarkan perhitungan yang mana provitas panen padi mencapai 8 ton per hektar, bahkan lebih.

Peningkatan provitas padi pada saat panen tentu menguntungkan petani, terlebih lagi terjadi di tengah harga gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKP) yang tengah melonjak hingga menyentuh Rp7.200 per kilogram. Kenaikan harga gabah yang jauh di atas patokan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.000 per kilogram memberi keuntungan lebih bagi petani di tengah ancaman kemarau panjang saat ini.

“Peningkatan provitas ini tentunya juga menjadi harapan kami di tengah dampak fenomena alam. Produksi gabah bisa tetap meningkat melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan oleh petani,” tutur Subagia.

Selain di Subak Bengkel, potensi peningkatan provitas panen juga terjadi di wilayah Tabanan Barat. Di Kecamatan Selemadeg Barat tepatnya di kawasan Subak Antosari dalam waktu dekat akan memasuki musim panen. Musim panen dan peningkatan provitas padi yang dihasilkan oleh petani Tabanan diharapkan bisa menjaga ketersediaan suplai gabah nantinya.

Menurutnya, peningkatan harga jual hasil pertanian ini tidak dipungkiri juga diharapkan menciptakan regenerasi di sektor pertanian yang tampak stagnan. Pihaknya terus berupaya menggugah generasi milenial untuk mencintai sektor pertanian. Di antaranya melalui pola-pola pertanian modern, membangkitkan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) yang anggotanya didominasi kalangan anak muda melalui pola pendampingan dan pelatihan pemanfaatan teknologi pertanian.

“Pola pendampingan atau pelatihan ini memang belum maksimal menyelesaikan masalah. Namun, minimal penerapan teknologi ini mampu menarik anak milenial terjun ke sektor pertanian dalam arti luas,” pungkas Subagia. *man