Denpasar (bisnisbali.com) – Minyak goreng diinformasikan terancam langka imbas dari belum dilunasinya utang rafaksi (pengurangan terhadap harga barang yang diserahkan) minyak goreng sebesar Rp 344 miliar oleh Kementerian Perdagangan kepada pengusaha ritel. Alhasil pengusaha ritel berencana menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen. Bahkan, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesi (Aprindo) tak segan-segan akan membawa hal ini ke meja hijau atau ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Terkait hal tersebut, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, G.A. Diah Utari di Denpasar mengatakan, sudah melakukan komunikasi dengan anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) kabupaten di Bali. Hasilnya, sampai saat ini stok minyak goreng aman di Bali.
Sementara Ketua Aprindo Bali, Agung Agra Putra saat disinggung wacana tersebut menyampaikan, pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan arahan dari pusat. Namun secara pribadi ia menilai, rencana penghentian pembelian minyak goreng akan sulit terealisasi, khususnya di Bali. Hal ini karena minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat serta merupakan locomotive product di ritel.
“Jadi sulit rasanya bagi kami untuk tidak menyediakan minyak goreng, sedangkan stok tersedia di produsen. Saat langka saja kami mati-matian untuk mendapatkan stok minyak goreng,” ujarnya.
Namun pihaknya menjamin, untuk saat ini distribusi dan kondisi stok minyak goreng normal dan aman. “(Kondisi kedepannya) Kalau dari produsen tetap produksi, dan saluran distribusi lancar seharusnya aman-aman saja,” katanya.
Disinggung jika pusat tetap memutuskan untuk menghentikan pembelian minyak goreng, ia menilai hal tersebut layaknya bunuh diri.
“Permasalahannya apakah semua ritel akan mau seperti itu? Selain itu ritel di luar anggota Aprindo juga masih ada, begitu juga masih ada warung atau pasar rakyat. Kalau di kami tidak menyediakan, tetapi di pasaran minyak goreng masih tersedia itu sama dengan kami bunuh diri,” cetusnya.*dik