Denpasar (bisnisbali.com) – Desa menjadi salah satu ekosistem yang kini fokus digarap BPJS Ketenagakerjaan. Khusus di Bali, desa memiliki potensi setidaknya 4 juta tenaga kerja (naker) informal. Sayangnya, naker informal yang terakuisisi BPJamsostek baru dikisaran 20%. Karenanya, BPJS Ketenagakerjaan kembali menghadirkan sebuah gebrakan lewat sosialisasi masif di seluruh desa yang tersebar di penjuru tanah air dengan tetap mengusung kampanye Kerja Keras Bebas Cemas.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali Denpasar, Opik Taufik mengakui, ekosistem desa menyimpan potensi yang luar biasa.
Khusus di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali Denpasar, memiliki cakupan lima wilayah meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Buleleng, Jembrana, dan Tabanan.
“Jadi memang potensinya masih lumayan besar, dan kita juga mengetahui bahwa sebagian besar penduduk Bali kan berada di lima wilayah itu kan,” katanya kepada wartawan di sela-sela launching program “Kerja Keras Bebas Cemas Masuk Desa”, di Wantilan Desa Adat Pecatu, belum lama ini.
Potensi pekerja formal dan informal di Bali hampir 2,9 juta jiwa. Namun saat ini cakupan kepesertaan baru menyentuh angka 20%.
“Jadi memang masih banyak potensi yang bisa kita gali. Karena pekerja informal ini cakupannya sangat luas. Pokoknya setiap orang yang melakukan aktivitas ekonomi, maka dia bisa disebut sebagai pekerja informal. Makanya jumlahnya sangat besar, bila dibandingkan pekerja formal yang bekerja di perusahan dan lain sebagainya,” ujarnya.
Opik mengakui, sejak tahun 2022 fokus menggarap potensi pekerja informal. Alasannya, pekerja informal sangat memerlukan proteksi dan manfaat kepesertaan BPJamsostek.
Menurutnya orang yang bekerja di perusahaan tentu ada yang mengurus upahnya. Begitupula, ketika pekerja kecelakaan ada yang ngurusin dari perusahaan. Beda halnya pekerja mandiri/informal, tentu mereka harus mengurusi dirinya sendiri.
Untuk itu pihaknya mengmbau, melalui kerjasama dengan perbekel, dengan desa adat. Apalagi di Bali kebetulan merupakan daerah unik, karena ada desat adat dan desa dinas.
Dalam mengoptimalkan cakupan pekerja informal, pihaknya memanfaatkan kemitraan dengan agen perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia). Pihaknya memperbanyak agen-agen perisai. Agen perisai, sama seperti agen-agen di perbankan, yang tugasnya mereka adalah mengedukasi, bertemu dengan masyarakat, kemudian mengakuisisi, dan ketika terjadi risiko, maka agen perisai ini juga yang akan memberikan pelayanan pertama untuk menghubungkan dengan BPJS Ketenagakerjaan.
“Karena kami terbatas personelnya, tidak sampai ke desa-desa. Makanya kami minta kepada agen-agen perisai kami, bahwa tugas mulia mereka adalah memberikan informasi, kemudian mengakuisisi dan memberikan pelayanan kepada peserta,” imbuhnya.
Keberadaan agen perisai diyakini bakal memperkuat implementasi program “Kerja Keras Bebas Cemas Masuk Desa”. Perkuatan itu bakal didukung dengan perluasan jangkauan yang dapat disentuh agen perisai.
“Sekarang kami sudah punya lebih dari 200an agen perisai. Kontribusinya 58 persen akuisisi BPU (Bukan Penerima Upah/informal) kami dapatkan dari agen perisai, jadi sudah luar biasa,” pungkasnya.