Denpasar (bisnisbali.com) – Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan Provinsi Bali mencatat menjelang pertengahan tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali tetap kuat di tengah isu resesi dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan I tahun 2023 tercatat tumbuh sebesar 6,04 persen (yoy), sedangkan inflasi gabungan Provinsi Bali pada Mei 2023 pada angka 0,34 persen (m-to-m).
Kepala Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bali Teguh Dwi Nugroho dalam informasi tertulisnya menjelaskan, pendapatan negara melanjutkan kinerja yang baik ditandai dengan pertumbuhan pendapatan masih tinggi sebagai bukti pemulihan ekonomi yang terus terjaga.
“Total penerimaan pemerintah pusat di Provinsi Bali sampai dengan Mei 2023 dengan rincian realisasi penerimaan pajak sebesar Rp5,13 triliun atau 50,7 persen dari target Rp10,11 triliun, penerimaan bea cukai sebesar Rp640 miliar atau 38,5 persen dari target Rp1,66 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp13,3 miliar atau 30,24 persen dari target Rp43,97 miliar,” katanya.
Dari sisi perpajakan, capaian penerimaan neto sampai dengan bulan Mei tahun 2023 sebesar 50,7 persen atau Rp5,13 triliun dari target tahun 2023 sebesar Rp10,11 triliun. Pertumbuhan neto sampai dengan bulan Mei 2023 sebesar 43,31 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kenaikan dan penurunan realisasi penerimaan Kanwil DJP Bali dari tahun 2020 s.d. 2023, disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi perekonomian Bali, salah satunya adalah akibat pandemi Covid-19.
Penerimaan masing-masing jenis pajak juga tumbuh positif sampai dengan akhir bulan Mei 2023. Pertumbuhan yang cukup tinggi terjadi pada jenis Pajak Pajak Pertambahan Nilai, yang tumbuh sebesar 60,2 persen, sebagai dampak dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 UU HPP berupa penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen yang berlaku 1 April 2022 lalu.
Hingga Mei 2023, tiga sektor dengan kontribusi terbesar di Kanwil DJP Bali adalah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan kontribusi 19,21 persen, disusul dengan sektor Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 18,06 persen, dan Industri Pengolahan sebesar 8,28 persen. Pertumbuhan terbesar Sektor Dominan terjadi pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 220,07 persen, disusul dengan sektor Real Estat sebesar 98,50 persen, seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian dan pariwisata yang sektor penopang utama di Provinsi Bali.
Dari sisi bea dan cukai, pada Mei 2023, penerimaan bea cukai mencapai Rp84,26 miliar, tumbuh 38,04 persen (m-to-m) atau 26,23 persen (yoy) dan sampai dengan 31 Mei 2023 telah mencapai Rp343,83 miliar atau 29,46 persen dari target tahun 2023 sebesar Rp1,17 triliun. Penerimaan cukai tumbuh Rp26,3 miliar atau 9,6 persen (YoY) didorong oleh kinerja positif sektor Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang tumbuh sebesar Rp32,40 miliar atau naik 12,45 persen (YoY) seiring dengan meningkatnya distribusi ke Provinsi-Provinsi pemasaran utama di luar Bali seperti DKI Jakarta yang naik 34,75 persen, Jawa Timur naik 55,37 persen, dan Jawa Barat naik 30,37 persen. Sedangkan bea masuk tumbuh Rp22,96 Miliar atau 110,69 persen (YoY) didorong oleh pulihnya lalu lintas penerbangan internasional yang menjadi katalis meningkatnya penyelesaian Pemberitahuan Impor Barang (PIB) s.d. 31 Mei 2023 sebesar 951 dokumen atau tumbuh 130,45 persen (YoY).
Dari sisi PNBP, penerimaan negara bukan pajak sampai dengan 31 Mei 2023 telah mencapai Rp1,76 triliun atau 83,51 persen dari target 2023 atau naik 69,89 persen (YoY) dengan rincian sampai dengan 31 Mei 2023, PNBP Lainnya telah mencapai Rp1,11 triliun naik sebesar Rp772,09 miliar atau 188,30 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sedangkan untuk Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) sampai dengan 31 Mei 2023 telah mencapai Rp659,87 miliar. Nilai ini menunjukkan kenaikan hingga Rp4,17 miliar atau 0,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya. *dik