JAKARTA (bisnisbali.com) – Ekosistem layanan keuangan digital yang di antaranya diakomodasi oleh para pelaku usaha Inovasi Teknologi Sektor Jasa Keuangan (ITSK) menjadi komponen penting dalam pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia di era ini. Terbukti, berdasarkan statistik, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) per Maret 2023 mencapai Rp34,1 triliun atau tumbuh 11,39% year-on-year (yoy), sementara nilai transaksi digital banking pada periode yang sama mencapai Rp4.944,1 triliun atau tumbuh 9,88%.
Namun di balik perkembangan model bisnis, inovasi serta ragam layanan keuangan digital, tingkat literasi keuangan digital masyarakat Indonesia masih terbilang rendah. Alhasil masih terdapat kesenjangan di antara sektor keuangan baik dari segi regulasi, pengawasan, legalitas, hingga pelayanan. Dengan beberapa concern tersebut, pemerintah telah resmi menetapkan Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pada 12 Januari 2023 lalu.
Terkait dengan hal tersebut, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan bahwa kehadiran undang-undang ini merupakan respons dari semakin berkembangnya inovasi digital di sektor keuangan. “Sektor digital teknologi semakin memberikan input yang sangat besar di bidang keuangan. Ini menjadi fondasi dan peluang menghadapi the biggest challenge Indonesia Maju menjadi Indonesia Emas. Sebagaimana visi presiden untuk 2045, yakni ekonomi Indonesia berkembang dengan pesat. Banyak aturan yang tertinggal zaman dengan adanya teknologi,” ucapnya dalam kegiatan “Sosialisasi UU PPSK bagi pelaku ITSK” pada Selasa (13/06) di BRILian Club, Jakarta.
Sebagai salah-satu perwakilan Industri ITSK, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mendukung UU PPSK ini terimplementasi dengan baik. Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto menjabarkan, UU PPSK setidaknya mengatur lima hal krusial bagi reformasi sektor keuangan. Mulai dari penguatan kelembagaan otoritas sektor dengan tetap memperhatikan independensi; penguatan tata Kelola dan kepercayaan publik; mendorong sustainabilitas pengumpulan dana masyarakat; perlindungan konsumen; dan literasi, inklusi serta inovasi sektor keuangan.
“Tentunya kami di industri jasa keuangan sangat mengapresiasi adanya undang-undang PPSK ini. Undang-undang ini telah mengatur secara lengkap mulai dari kelembagaan hingga peran per masing-masing industri dalam ITSK. Dengan adanya PPSK ini membawa spirit yang sangat baik, dari sisi regulator dan otoritas baik BI (Bank Indonesia) maupun OJK hingga pelaku usaha, dalam melangkah menjadi lebih jelas, dari yang tadinya masih ada beberapa hal yang masih ’abu-abu’, sekarang sudah ’putih’,” ucap Solichin.
Tak hanya itu, Solichin juga melihat keuntungan tersendiri bagi industri perbankan dan financial technology (Fintech) dari penerapan UU PPSK ini. Mulai dari perlakuan yang sama kepada seluruh layanan ITSK, baik peluang kerja sama, mekanisme pengembangan produk, perizinan, dll. “Sehingga semua mendapat understanding yang sama, serta playing field-nya sama, jadi tak perlu lagi ada dikotomi dan ada kecemburuan antara sesama pelaku industri,” tambahnya.
Kedua, terdapat kepastian hukum (rule of law) terkait dengan institusi penyedia ITSK dengan mengedepankan principle based. Dari sini terdapat kejelasan ruang lingkup seluruh penyelenggaran ITSK, sanksi hukum hingga bentuk hukum. Ketiga terdapat pengaturan yang jelas terkait dengan mekanisme penyediaan layanan ITSK. Serta terakhir, terdapat pengaturan terkait dengan aspek manajemen risiko dan tata Kelola ITSK yang lebih baik serta melindungi konsumen. *rah