Mangupura (bisnisbali.com) — Koperasi sementara ini bukan merupakan peserta penjaminan LPS, sehingga simpanan masyarakat di koperasi tidak termasuk dalam program penjaminan LPS. Kendati demikian ada harapan Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS ke depannya, juga bisa menjamin simpanan di koperasi seperti halnya perbankan, termasuk polis asuransi maupun lembaga perkreditan desa (LPD) yang hanya ada di Bali.
Alasan LPS masuk untuk penjaminan pinjaman koperasi karena tidak dipungkiri ada koperasi simpan pinjam yang besar maupun menengah yang mengelola uang cukup banyak. Untuk mencegah kerugian para nasabah koperasi dipandang perlu ada otoritas yang mengawasinya, termasuk perlu adanya lembaga penjaminan simpanan koperasi. LPS koperasi dirasa memiliki manfaat besar bagi perlindungan kepada nasabah, khususnya tabungan anggota yang kecil di koperasi.
Menyikapi adanya harapan keberadaan LPS koperasi ke depannya, pemerhati ekonomi dari Unud, Prof. Wayan Ramantha di Denpasar mengatakan, harapan tersebut karena LPS akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap usaha simpan pinjam koperasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing koperasi terhadap lembaga keuangan lainnya. Selanjutnya koperasi harus memperbaiki manajemennya agar menjadi lebih efisien.
“Manfaatnya bagi masyarakat luas adalah mereka memiliki berbagai alternatif untuk menyimpan kelebihan dananya, tanpa dibayang-bayangi risiko yang terlalu tinggi,” katanya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat LPS Haydin Haritzon mengatakan untuk informasi saat ini, LPS ke depannya mendapat tambahan tugas baru untuk penjaminan polis asuransi. Tugas ini diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang resmi berjalan 2028 mendatang.
Penjaminan polis ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan
“Berdasarkan aturan tersebut, tidak hanya bank yang dilindungi, juga asuransi. Saat ini masih membuat sistem agar masyarakat merasa terjamin, dan masih meramu bagaimana turunnya,” katanya sambil menerangkan, informasi untuk saat ini baru tahap tersebut mengingat pada 2028 baru diterapkan.
Kendati demikian Haritzon mengungkapkan, LPS menilai masih ada masyarakat yang belum mengetahui peran dan fungsi LPS. Berangkat dari hal tersebut, LPS secara intens terus mensosialisasikan peran dan fungsinya, sesuai amanat UU No 24 Tahun 2004, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dengan fungsinya sebagai otoritas penjamin simpanan.
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Apa yang dijamin LPS? LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Ia pun menegaskan, masyarakat mesti memahami LPS hanya menjamin simpanan (uang/dana) nasabah maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank ketika ada bank yang bangkrut. Bila nasabah memiliki simpanan lebih dari Rp 2 miliar, harus disimpan dengan nama lain atau bank lainnya karena ketentuan hanya berlaku per nasabah per bank.
Pemahaman masyarakat terhadap LPS masih harus terus ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terjaga. Agar simpanannya dijamin LPS, maka para nasabah bank harus memenuhi syarat-syarat penjaminan LPS. Syarat-syarat tersebut ialah 3T. Pertama, Tercatat pada pembukuan bank. Kedua, Tingkat bunga simpanan tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS. Ketiga, Tidak terindikasi dan atau melakukan tindakan fraud.
Haritzon mengatakan fungsi LPS semata-mata untuk memberikan perlindungan terhadap simpanan nasabah ketika bank bangkrut dan menghindari terjadinya rush (penarikan dana nasabah besar-besaran). Selain itu juga memudahkan masyarakat dalam pencairan simpanannya lebih cepat, aman dan transparan karena LPS sendiri ditarget harus bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.
“Inilah kenapa LPS akan membuka kantor perwakilan di provinsi, kemungkinannya tahun depan akan dibuka secara bertahap,” paparnya.
Sementara mengacu pada data klaim yang dihimpun sejak 2005 hingga Mei 2023, total simpanan atas bank yang dilikuidasi LPS mencapai Rp2,12 triliun. Setidaknya Rp1,75 triliun (82 persen) dinyatakan layak bayar dan telah dibayarkan LPS kepada 271.237 rekening bank. Sedangkan Rp373 miliar (18 persen) milik 19.101 rekening bank yang dilikuidasi dan dinyatakan tidak layak bayar karena tidak memenuhi ketentuan LPS (syarat 3T). Persentase paling besar dari simpanan yang tidak layak bayar yakni sebesar 76 persen disebabkan karena bunga simpanan yang diterima nasabah melebihi TBP LPS. Oleh karenanya, nasabah kembali diharapkan cermat terhadap tawaran cashback atau pemberian uang tunai dan tidak tergiur penawaran suku bunga tinggi melebihi suku bunga jaminan LPS.*dik