Tabanan (bisnisbali.com)–Kondisi geografis Kabupaten Tabanan yang nyegara gunung (laut dan gunung) merupakan potensi yang potensial dikembangkan dalam rangka mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Akan tetapi di balik semua itu daerah ini tidak terlepas dari ancaman bencana. Oleh karenanya Pemkab Tabanan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggelar gladi kesiapsiagaan terhadap bencana, Kamis (11/5).
Kegiatan difokuskan di SMPN 5 Tabanan, Desa Sudimara, diawali apel bersama yang dipimpin Sekda I Gede Susila. Turut hadir jajaran Forkopimda atau yang mewakili, Asisten I dan OPD terkait di lingkungan Pemkab Tabanan, siswa-siswi dan guru SMPN 5, Linmas, RAPI Bali, FPRB Tabanan dan Bhuana Bali Rescue.
Dalam kesempatan itu, Sekda I Gede Susila mengatakan, sesuai kajian risiko bencana maka Tabanan memiliki potensi terjadinya 10 ancaman, di antaranya gempa bumi, tsunami, longsor dan angin kencang. Oleh karena itu, upaya-upaya penanggulangan bencana harus dan wajib dilakukan dengan sarana secara kolaboratif guna mengurangi risiko bencana.
Sejak disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, paradigma penanggulangan bencana dari perspektif responsif ke preventif. Paradigma ini mesti menjadi cara pikir, cara tindak bersama dan dijadikan sebagai budaya yang mana edukasi kebencanaan harus dimulai sejak dini. Terutama di daerah rawan bencana, kepala sekolah, guru dan masyarakat mesti melaksanakan latihan simulasi penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan.
“BNPB melalui program kesiapsiagaan bencana telah menginisiasi sejak tahun 2007, memprakarsai suatu gerakan nasional untuk menggugah seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha untuk mengadakan uji renkon, uji SOP, uji sirine peringatan dini dan latihan evakuasi mandiri secara serentak pada 26 April 2023. Pemilihan tanggal 26 karena merupakan tanggal disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2007,” ujar Susila.
Ditegaskannya, perilaku dan budaya siaga dari ancaman bencana harus disadari sehingga penting dilakukan latihan evakuasi mandiri. Apalagi menurut hasil survei di Jepang, 34,9 persen masyarakat bisa selamat dari ancaman bencana karena diri sendiri, 31,9 persen karena diselamatkan keluarga, 28,1 persen karena pertolongan tetangga dan hanya 5 persen selamat oleh pertolongan regu selamat.
Di luar itu, lanjut Susila, keterpaduan antara pemerintah, baik itu pemda, TNI, Polri dengan masyarakat dan dunia usaha perlu dijalin dan ditingkatkan dalam menghadapi ancaman bencana di daerah. Sebab, pada penghujung pergantian bulan saat ini dari peralihan musim hujan ke musim kemarau, biasanya ditandai fenomena-fenomena alam seperti hujan deras dan angin kencang. Untuk itu, pihaknya mengimbau seluruh jajaran dan pihak terkait serta masyarakat agar selalu meningkatkan kesiapsiagaan. *man