Denpasar (bisnisbali.com) – Pemerhati ekonomi masih menaruh keoptimisan ekonomi mampu tumbuh positif pada kuartal II/2023, didukung berbagai momentum seperti hari raya besar keagamaan. Kendati demikian perlu diwaspadai kenaikan inflasi yang masih membayangi selama 2023. Pengamat ekonomi, Bhima Yudhistira saat dihubungi Bisnis Bali menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2023 diproyeksikan tak mencapai lebih dari 5 persen sebagaimana beberapa kuartal sebelumnya. Namun pada kuartal II dengan adanya momen Ramadhan bisa dorong konsumsi rumah tangga terlebih PPKM sudah dicabut dan THR dibayar penuh tahun ini. “Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2023 dikisaran 5,3 persen year on year,” katanya.
Menurutnya sektor ekonomi yang paling terbantu yaitu ritel, industri makanan minuman, pakaian jadi, restoran, UMKM dan jasa transportasi. Selain itu, daya beli masyarakat mulai membaik tapi tidak merata, ada kenaikan inflasi yang membuat belanja kelompok menengah bawah kurang maksimal. “Inflasi masih belum bisa teratasi dengan baik. Masih ada kenaikan harga beras diberbagai wilayah meski impor beras sudah dilakukan,” jelasnya.
Sisi pasokan pangan juga didorong naiknya biaya pupuk. Sementara kalau dibanding 2019 masih belum sepenuhnya kembali. Tingkat simpanan masyarakat di perbankan masih tinggi yang berarti sebagian belum pede belanja. Mungkin faktor tahun politik juga sehingga lebih wait and see. Tapi ini terbatas di kelas paling atas. “Triwulan ke II selain masalah inflasi ada problem PHK massal masih terjadi baik di sektor industri pengolahan dan startup,” imbuhnya.
Rektor Undiknas University Prof. Sri Subawa menilai meskipun di awal 2023 perekonomian dunia terus dibayangi ketidakpastian dan resesi yang mengancam akibat belum berakhirnya invasi Rusia ke Ukraina yang berimbas pada kenaikan harga barang-barang akibat rantai pasokan terganggu, perekonomian Bali diperkirakan akan melanjutkan pertumbuhan yang stabil pada kuartal II tahun 2023 ini.
Ekonomi Bali diperkirakan dapat mempertahankan momentum positif dengan beberapa indikator yang mengarah pada pemulihan berkelanjutan seiring dibukanya border, dicabutnya PPKM dan pertumbuhan pariwisata. Ia pun menilai momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri juga akan membuat peningkatan daya beli masyarakat sehingga kuartal II ini akan terjadi pertumbuhan ekonomi di Bali.
Sementara itu, pada Maret 2023, Provinsi Bali yang diwakili IHK Gabungan Kota Denpasar dan Kota Singaraja tercatat mengalami inflasi setinggi 0,07 persen yang ditunjukkan dengan peningkatan Indeks Harga Konsumen (tahun dasar 2018=100) dari 114,08 pada Februari 2023 menjadi 114,16 pada Maret 2023. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (year to date/ytd) Maret 2023 sebesar 0,8 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun (Maret 2023 terhadap Maret 2022 atau YoY) tercatat setinggi 5,46 persen.
Inflasi terjadi karena kenaikan harga barang/jasa konsumsi masyarakat yang ditunjukkan oleh naiknya IHK pada tujuh kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok VIII (rekreasi, olahraga, dan budaya) setinggi 0,64 persen; kelompok I (makanan, minuman dan tembakau) setinggi 0,50 persen; kelompok V (kesehatan) setinggi 0,29 persen; kelompok III (perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga) setinggi 0,11 persen; kelompok VI (transportasi) setinggi 0,07 persen; kelompok X (penyediaan makanan dan minuman/restoran ) setinggi 0,05 persen; dan kelompok II (pakaian dan alas kaki) setinggi 0,04 persen. Sebaliknya, tiga kelompok tercatat deflasi, yaitu kelompok IV (perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga) sedalam 1,37 persen; kelompok IX (pendidikan) sedalam 0,14 persen; dan kelompok XI (perawatan pribadi dan jasa lainnya) sedalam 0,03 persen. Jika diurutkan dari inflasi tertinggi, maka Kota Denpasar menempati urutan ke-65 dan Kota Singaraja menempati urutan ke-29 dari 65 kota yang mengalami inflasi. *dik