Mangupura (bisnisbali.com) –Kawasan Asia Tenggara menjadi bagian penting dalam mewujudkan net zero emission. Dinilai banyak masalah dalam pembiayaan energi berkelanjutan seperti batasan akses ke pasar modal, kurangnya mobilisasi energi, policy paper serta mekanisme untuk melakukan transformasi program energi berkelanjutan agar sejalan dengan pembiayaan dari pelaku pasar (market fund).
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Forum Asian Development Bank’s (ADB) Southeast Asia Development Symposium 2023 di Nusa Dua, Kamis (30/3) menyampaikan pentingnya pendanaan berkelanjutan bagi kawasan Asia Tenggara dalam forum ADB. ASEAN dinilai paling cepat tunbuh karena luas wilayah terbesar di dunia memegang peranan penting untuk kurangi dampak climate change.
Negara Asia disebutnya banyak menggunakan bahan bakar fosil. Kontribusi bahan bakar fosil fuel terhadap ekonomi ASEAN juga cukup besar sehingga untuk mengubahnya menjadi energi berkelanjutan butuh upaya besar. Untuk mencapai target dalam jangka panjang harus ada investasi sebesar 27 miliar dolar setahun setahun dari global financing. Satu sisi, pada kurun 2016-2021 global financing untuk sektor energi terbarukan hanya mencapai 8 miliar dolar AS setahun.
Ia pun berharap adanya peran institusi finansial untuk mendukung pembiayaan hijau. Termasuk menghadapi tantangan selanjutnya bagaimana global investment masuk ke dalam sektor dan program yang bisa kurangi emisi menuju net zero emission.
Dalam informasinya, negara-negara di Asia Tenggara berkomitmen untuk masa depan a net zero. Dengan 9 dari 10 negara anggota ASEAN pada konferensi iklim COP26 di Glasgow berkomitmen untuk mencapai target net zero pada tahun 2050.
Sementara dalam simposium SEADS 2023 dari Asian Development Bank, “Imagining a Net Zero ASEAN,” ini sendiri akan mempertemukan para pemimpin pemikir, pembuat keputusan, dan advokat aksi iklim dari pemerintah, industri, akademisi, dan sektor pembangunan untuk membahas solusi inovatif yang dapat membantu negara-negara fokus untuk menjadi ekonomi net zero dan pulih dari krisis Covid-19.
SEADS 2023 pun akan mengkaji bagaimana kawasan ini dapat memanfaatkan pendekatan baru yang ramah lingkungan, inovatif dan hemat biaya, mengadopsi solusi teknologi baru, mempercepat ketersediaan pembiayaan dan terapkan langkah-langkah efektif lainnya untuk mendukung dekarbonisasi di berbagai sektor sambil merevitalisasi ekonomi.
SEADS 2023 pun akan mengeksplorasi beberapa hal seperti pembiayaan a net zero ASEAN, menerapkan teknologi dalam mitigasi dan adaptasi iklim, memastikan kota tahan iklim, penghijauan dan pembentukan kembali rantai nilai global, beralih ke energi bersih, memastikan orang miskin dan rentan mendapat manfaat dari masa depan a net zero, meminimalkan efek iklim terhadap kesehatan, a net zero dan ekonomi biru dan perjalanan ramah iklim.
SEADS diciptakan untuk menabur benih pertumbuhan untuk membantu negara-negara anggota Bank Pembangunan Asia menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi, berbasis pengetahuan, dan berkelanjutan. *dik