HKI Jadi Jaminan Utang Dinilai Banyak Tantangan

Kebijakan terkait hak kekayaan intelektual (HKI) bisa menjadi jaminan kredit (utang) bank diprediksi berlaku mulai Juli 2023.

160
Bhima Yudistira

Denpasar (bisnisbali.com) –Kebijakan terkait hak kekayaan intelektual (HKI) bisa menjadi jaminan kredit (utang) bank diprediksi berlaku mulai Juli 2023. HKI kendati dinilai memiliki peran penting dalam dunia usaha seperti UMKM dan industri kreatif, namun ketika dipergunakan sebagai jaminan utang dinilai akan banyak menghadapi tantangan.

Berdasarkan informasi kekayaan intelektual dapat dimanfaatkan sebagai jaminan utang seperti lagu, video, film, hingga konten Youtube -atau yang bisa disebut sebagai intangible asset- menjadi jaminan utang di bank dan nonbank. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang diterbitkan pada 12 Juli 2022 lalu.

Terkait hal tersebut pengamat ekonomi  Bhima Yudhistira menilai, kompleksitas yang mungkin timbul jika belajar dari berbagai negara, adalah bank mungkin akan cenderung hati-hati dalam pemberian kredit. “Agunan berbentuk intangible asset relatif dihindari karena berkaitan dengan risiko. Seperti halnya yang telah berlaku di Singapura, pada 2014 lalu,” katanya.

Menurut Bhima, di Singapura, namanya IP (Intellectual Property) Back di mana pemerintahnya menjamin 80 persen NPL dari agunan hak cipta ditanggung oleh pemerintah, sehingga bank lebih berani untuk memberikan pinjaman kepada pelaku usaha ekonomi kreatif. Oleh karenanya di dalam negeri aturan ini perlu persiapan, seperti teknis kurator yang menilai kelayakan dari segi nilai suatu karya seni atau karya industri kreatif di pasaran. Sebab, nantinya ini akan menentukan besaran plafon yang akan diberikan perbankan.

“Pemain baru mungkin akan kesulitan mengakses ini, karena nilai seni atau nilai pasar hak kekayaan intelektualnya mungkin tidak akan setinggi dari rumah produksi, film, yang memang sudah terkenal atau penyanyi yang sudah terkenal dan punya nama. Ini mungkin yang jadi satu catatan,” ucapnya.

Ke depannya yang mesti dipertimbangkan juga terkait kesiapan sumber daya manusia (SDM) dari perbankan. Sebab, perbankan akan membutuhkan SDM untuk melakukan analisis kredit terhadap agunan berbasis hak cipta. Ini yang mungkin, kata dia, akan menjadi tantangan. Namun tentunya, ini merupakan hal yang berproses, karena perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia cukup tinggi.

Sebelumnya Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali Nusra, Giri Tribroto menerangkan mengenai kebijakan pemerintah yang menetapkan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, OJK mendukung implementasi HKI sebagai salah satu objek jaminan utang. “Tentunya perbankan tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang baik di sektor jasa keuangan,” katanya.

Ia menyampaikan pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian pada bisnis perbankan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, sebelum berlakunya PP tersebut yaitu 1 (satu) tahun sejak diundangkan, diperlukan kerjasama pemerintah, instansi terkait, dan industri untuk mempersiapkan implementasi PP Ekonomi Kreatif antara lain mengenai valuasi HKI serta ketersediaan pasar dalam hal agunan HKI dilikuidasi oleh bank. *dik