Harga Beras Jangan Diserahkan ke Mekanisme Pasar

Terkait tingginya harga beras, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKP) Bali I Putu Armaya, SH mengatakan, hendaknya harga kebutuhan pokok terutama beras bisa dikunci. Dia meminta pemerintah tidak menyerahkan harga begitu saja kepada mekanisme pasar. Hal tersebut diungkapkannya saat diwawancarai, Selasa (21/2).

232
HARGA BERAS – Penjual beras di Pasar Badung menunggu pembeli. Terkait keluhan tingginya harga beras, pemerintah diharapkan tak menyerahkan harga beras ke mekanisme pasar.

Denpasar (bisnisbali.com) – Terkait tingginya harga beras, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKP) Bali I Putu Armaya, SH mengatakan, hendaknya harga kebutuhan pokok terutama beras bisa dikunci. Dia meminta pemerintah tidak menyerahkan harga begitu saja kepada mekanisme pasar. Hal tersebut diungkapkannya saat diwawancarai, Selasa (21/2). Dia mengatakan, selama tiga bulan terakhir ini banyak menerima keluhan terkait tingginya harga beras. Keluhan didominasi oleh ibu-ibu yang dilakukan secara online. “Kalangan konsumen menginginkan keterjangkauan harga. Artinya harga yang dijual lebih terjangkau terutama beras,” ungkapnya.

Dia pun menyesalkan, saat seperti ini ada oknum yang menjual harga beras tinggi, namun tidak diikuti dengan kualitas. “Konsumen kan tidak paham, dia hanya membeli. Padahal kualitasnya (beras) kurang bagus, dijual dengan harga tinggi,” ujarnya.

Dia berharap, harga kebutuhan pokok, terutana beras tidak sepenuhnya diserahkan ke mekanisme pasar. Hendaknya harga bisa dikunci, dengan demikian akan bisa terhindar dari permainan harga. “Jangan semua diserahkan menakinesme pasar, takut disini ada permainan. Jadi semacam mafia. Saya yakin pemeritahan siapapun pasti akan pusing dihadapi kondisi seperti ini,” katanya.

Di samping itu, dia juga meminta pemerintah intens melakukan pengawasan. Jangan sampai harga yang sudah tinggi ini, lebih melambung lagi. Menurutnya, dengan kondisi saat ini, banyaknya harga kebutuhan yang naik, konsumen mau tidak mau harus menerima. Terlebih di tengah perekonian dalam masa pemulihan pasca melandainya kasus covid-19 ini, tentu akan berat bagi masyarakat menghadapi harga kebutuhan yang kian melambung.

Tingginya harga beras saat ini disinyalir akibat produksi petani minim, karena sedang tidak musim panen. Panen raya yang akan berlangsung Maret mendatang pun tidak menjamim harga beras turun signifikan. Hal tersebut dikarenakan cost (biaya produksi) yang dikeluarkan petani saat ini terus meningkat.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali I Wayan Sunada mengatakan, meski harga beras mahal, ketersediaan tetap ada dalam artian tidak terjadi kelangkaan di pasaran. Dia menyebutkan kenaikan harga beras dipengaruhi cost petani mengalami kenaikan saat ini. “Seperti pupuk yang sebelumnya Rp600 per kilogram sekarang sudah Rp2.200 per kilogram. Itu untuk yang subsidi, yang non subsidi malah Rp18.000 per kilogram,” ujarnya.

Disinggung soal potensi penurunan harga beras saat musim panen raya, dia mengaku belum bisa memastikan. “Kita liat nanti (saat panen raya) karena cost petani tinggi,” ungkapnya. Demikian Sunada mengatakan, panen raya akan terjadi Maret nanti yang semua daerah di Bali akan mengalami panen. Sejak Januari dikatakannya panen sudah mulai terjadi, termasuk pada Februari ini.  “Januari sudah panen sekitar 6.000 hekatare. Panen gadon namanya, panen disana sini, sedikit sedikit. Maret nanti akan ada 11.000 hekatare yang akan panen,” terangnya sembari mengatakan panen menyebar di masing-masing wilayah.

Sementara itu, Kabag Ekonomi Setda Kota Denpasar I Made Saryawan belum lama ini mengatakan, beras menjadi salah satu dari 10 komoditas yang mempengaruhi inflasi di Kota Denpasar. Demikian juga dia mengungkapkan, salah satu isu yang perlu diantisipasi dalam menekan inflasi di Kota Denpasar, yaitu stok beras masih terbatas yang saat ini masih musim tanam. “Namun cadangan beras pemerintah (CBP) masih mencukupi,” ujarnya. *wid