Denpasar (bisnisbali.com) –Perbankan selain meningkatkan layanan digital, juga melakukan berbagai terobosan agar kinerja mengalami pertumbuhan positif. Direktur Utama BRI Sunarso menyampaikan bank berhasil menutup tahun 2022 dengan kinerja gemilang. Pada pemaparan kinerja kuartal IV 2022 yang diselenggarakan diungkapkan bahwa dengan strategic response yang tepat, berhasil mencatatkan kinerja positif dengan pencapaian rekor laba dengan mencetak laba Rp51,4 triliun pada akhir tahun lalu. “Berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp51,4 triliun atau tumbuh 67,15 persen secara year on year dengan total aset tumbuh double digit sebesar 11,18 persen yoy menjadi Rp1.865,64 triliun,” ujarnya.
Kunci keberhasilan bank BUMN ini yaitu dalam menjaga bottom line kinerja perusahaan. Pertama, bank berhasil melakukan efisiensi utamanya melalui menekan biaya dana (Cost of Fund) melalui perbaikan funding structure peningkatan dana murah (CASA).
Efisiensi tersebut tercermin dari rasio BOPO, CER dan CIR yang membaik dibandingkan periode sama tahun lalu. BOPO tercatat 69,10 persen, semakin baik dibandingkan BOPO pada akhir 2021 sebesar 78,54 persen. Rasio CER juga tercatat semakin membaik dari 50,25 persen di akhir 2021 menjadi 48,16 persen di akhir 2022 dan CIR semula 48,56 persen menjadi 47,38 persen, yang artinya semakin efisien.
Di samping itu, membaiknya kualitas kredit yang disalurkan memberikan dampak positif terhadap efisiensi yang dilakukan oleh perseroan. Dampaknya, BRI berhasil menurunkan Cost of Credit dari 3,78 persen di akhir 2021 menjadi 2,55 persen pada akhir 2022.
Faktor kedua yang memberikan kontribusi besar terhadap kinerja perseroan yakni pendapatan berbasis komisi atau fee based income yang tumbuh double digit yang merupakan buah dari transformasi digital. “Pendapatan berbasis komisi memberikan kontribusi yang masif terhadap kinerja secara keseluruhan. Dimana, pada akhir Desember 2022 BRI berhasil menghimpun pendapatan berbasis komisi senilai Rp18,80 triliun atau tumbuh 10,16 persen yoy, sehingga fee to income ratio mencapai 11,37 persen” imbuh Sunarso sesuai informasi tertulisnya.
Ketiga, Sunarso menjelaskan bahwa bank terus mengoptimalkan upaya recovery. “Hal tersebut tercermin dari Recovery Rate BRI tahun 2022 yang mencapai sebesar 59,12 persen. Sehingga pendapatan recovery pada akhir 2022 meningkat sebesar 33,59 persen year on year,” urainya.
Faktor pendorong pencapaian laba, kata dia, dari pendapatan bunga, khususnya besaran NIM (Net Interest Margin) bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja, khususnya pencapaian laba BRI. Di samping efisiensi yang dilakukan, berdasarkan data historis tidak ditemukan korelasi positif antara besaran NIM dengan pencapaian laba BRI, namun faktor utama yang mempengaruhi laba adalah pertumbuhan volume kredit dan juga peningkatan jumlah nasabah yang dilayani, terutama nasabah mikro.
Hal tersebut ditunjukkan dari data NIM BRI (bank only) pada Tahun 2008 sebesar 10,18 persen, dengan pencapaian laba hanya sebesar Rp5,96 triliun. Saat itu jumlah nasabah pinjaman sekitar 5 juta dan volume kredit hanya sebesar Rp161,06 triliun. Lain halnya pada Tahun 2022, laba BRI (bank only) justru meningkat pesat menjadi Rp47,83 triliun disaat NIM BRI telah turun 33,20 persen dari posisi Tahun 2008.
Terkait penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), bank juga berhasil mencatatkan kinerja positif. Hingga akhir Kuartal IV 2022, DPK tercatat tumbuh 14,85 persen yoy menjadi sebesar Rp1.307,88 triliun. Dana murah (CASA) melesat menjadi pendorong utama pertumbuhan DPK, dimana secara year on year meningkat sebesar 21,46 persen. Secara umum saat ini proporsi CASA tercatat 66,70 persen, meningkat signifikan dibandingkan dengan CASA pada periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 63,08 persen. *dik