Denpasar (bisnisbali.com)-Menikmati basi babi guling di dekat kuburan terkesan beda daripada biasanya dinikmati di rumah makan atau restoran. Ternyata pemilihan tempat ini memiliki alasan tersendiri sebagai trik untuk menarik pelanggan.
I Wayan Agus Suardiana (30) sengaja memilih lokasi jualan di seberang kuburan tepatnya di Setra Gandamayu, Desa Adat Kesiman atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Setra Waribang di Jalan Waribang, Kesiman, Denpasar Timur.
Saat ditemui Senin (6/2) malam, Agus mengaku memilih tempat ini agar memudahkan orang-orang untuk menemukan tempat makan. Konsep ini dia terapkan sebelumnya di cabang babi guling pertama di Peliatan, Ubud, Gianyar. Sedangkan warung di Jalan Waribang ini adalah cabang kedua.
“Mau makan di mana? Di babi guling Dauh Tungkub. Di mana itu? Di depan Puri Peliatan. Di Waribang ini seperti itu juga? Jadi untuk cari cabang kedua kami, orang-orang mencari babi guling di depan Setra Jl.Waribang,” jelasnya.
Cabang kedua babi guling Dauh Tungkub baru buka sekitar tiga bulan. Sedangkan cabang pertama di Peliatan, Ubud, sudah buka sekitar 1,5 tahun lalu. Usaha babi guling ini mulanya dibuka saat pandemi. Yang mana, dua dari empat pemilik yang memiliki restoran ini, sepi pelanggan akibat dampak pandemi Covid-19. Demi mengisi kantong, jadilah mereka bekerjasama memutuskan untuk beralih berjualan kuliner babi guling. Tak disangka, respons masyarakat ternyata positif.
“Penjualan di Denpasar sangat bagus, karena masyarakat antusias dengan babi guling. Sangat banyak yang tertarik babi guling di sini, apalagi pada malam hari,” ungkap pria asal Batuan, Sukawati, Gianyar ini.
Terpantau di lokasi, pelanggan datang silih-berganti. Bahkan, anak-anak muda ikut duduk menikmati kuliner babi guling tersebut. Tak heran, hanya dalam empat jam, seekor babi guling ludes dijual.
Suardiana mengaku bahwa dagangannya buka setiap hari, kecuali hari raya. Dalam sehari, dia hanya menyiapkan satu ekor babi guling. Berat babi guling saat hari-hari biasa rata-rata di angka 70 kilogram, sedangkan saat akhir pekan rata-rata di angka 80 kilogram – 85 kilogram.
“Tapi di sini kita bukanya hanya empat jam. Bukanya dari pukul 20.00 sampai pukul 00.00. Selama empat jam tersebut habis atau tidak habis, maka kami tutup. Kebetulan selama kami jualan, habis terus dalam empat jam,” bebernya.
Berjualan di atas mobil pick-up, ungkap Suardiana, adalah salah satu trik yang diterapkannya. Pandangan pelanggan pasti harganya murah. Padahal sebetulnya sama saja dengan harga babi guling umumnya. Untuk makan di tempat, pelanggan bisa merogoh kocek mulai dari Rp25 ribu per porsi, sudah termasuk minum. Paket spesial dihargai Rp35 ribu per porsi. Sedangkan jika dibungkus, mulai dari harga Rp15 ribu per porsi.
Ditanya apakah ada pengalaman mistis selama berjualan di depan kuburan, Suardiana mengaku sejauh ini aman-aman saja. “Kami tidak pernah mengalami hal-hal seperti itu (diganggu atau melihat penampakan). Di sini yang penting sesajen, minta izin, itu sudah. Astungkara selama tiga bulan berjualan di sini, lancar dan aman saja,” tandas Suardiana. *wid