Denpasar (bisnisbali.com) –Di saat resesi ekonomi yang isunya mengancam pada 2023, masyarakat harus memiliki komoditi pengaman yang dapat melindungi kondisi finansial. Komoditi emas salah satunya, diyakini merupakan investasi yang menarik dan aset pengaman saat resesi terjadi.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Bisnis Bali, Selasa (10/1) mengatakan, di saat resesi memang harus memiliki cadangan dana yang bisa sebagai pengaman. Emas bisa jadi komoditi menarik untuk aset pengaman. Kenapa emas? Kata Bhima, karena harga emas akan naik signifikan tahun ini di kisaran Rp 1,5 juta – Rp 1,6 juta per gram. “Kita akan masuk pada fase emas sebagai aset pengaman di saat resesi. Emas adalah aset pengaman di saat resesi,” katanya.
Menurutnya beberapa faktor pemicu naiknya harga emas yaitu pertama, faktor inflasi yang tinggi disertai berkurangnya kesempatan kerja atau biasa dikenal dengan stagflasi. Stagflasi akan memacu investor membeli emas dalam jumlah besar.
Kedua, beberapa negara memacu penerbitan bank emas atau bullion bank termasuk Indonesia dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan UU PPSK. Artinya, emas jadi komoditi yang menarik dengan peminat semakin luas.
Ketiga, pengetatan moneter di negara maju membuat emas diandalkan sebagai hedging terhadap naiknya risiko suku bunga. Keempat, tidak ditemukan cadangan emas terbukti dalam jangka pendek sehingga outlook supply emas tidak akan meredam kenaikan harga.
Sementara itu berdasarkan pantauan di logammulia.com tercatat harga emas per 10 Januari 2023 yaitu untuk emas batangan berat 0,5 gram harga dasar mencapai Rp 567.500, harga NPWP (+Pajak 0.45%) menjadi Rp570.054 dan Harga Non NPWP (+Pajak 0.90%) menjadi Rp 572.608.
Untuk berat 1 gram harga dasar mencapai Rp 1.035.000, harga NPWP (+Pajak 0.45%) menjadi Rp 1.039.658 dan Harga Non NPWP (+Pajak 0.90%) menjadi Rp 1.044.315. *dik