Denpasar (bisnisbali.com) –Hinggar-bingar pertandingan sepak bola Piala Dunia 2022 di Qatar rupanya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari penjualan merchadise Piala Dunia mulai dari bendera negara-negara peserta kejuaraan yang lesu. Kelesuan juga tampak pada penjualan baju kaos bola (jersey).
Penjual pakaian olahraga di Jalan Thamrin, Denpasar, Hasal Rijali, saat ditemui Selasa (22/11) kemarin, mengaku penurunan peminat kaos bola pada Piala Dunia Qatar tahun ini disebabkan berbagai faktor. Terutama dari kondisi ekonomi yang lesu karena pandemi Covid-19, serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Selain itu diduga ada kontroversi tuan rumah Piala Dunia di Qatar. “Di internasional ada yang tidak suka dengan Qatar,” tegasnya.
Hasal Rijali memperkirakan penjualan merchandise khususnya kaos bola menurun hingga 80% dibanding Piala Dunia 2018 di Rusia. Hasal mengungkapkan biasanya sebulan sebelum Piala Dunia berlangsung, banyak permintaan atribut Piala Dunia. “Sudah ada yang beli (kaos bola) tapi tidak bisa dibilang ramai. Hanya usaha yang mengadakan even seperti restoran, kafe, supermarket dan minimarket, juga sudah. Untuk komunitasnya masih kurang seperti sekaa teruna atau banjar. Nonton bareng (nobar) saja saya rasa belum ada,” paparnya.
Pria asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ini mengaku kaos bola negara yang paling banyak dicari adalah Jerman dan Argentina. Selebihnya, kaos bola negara lain penjualanya tidak begitu laris. Bahkan yang dia sediakan hanya dari negara-negara yang paling banyak digemari. “Hanya dua negara itu yang banyak (dibeli), sedangkan yang lain belum. Harga jersey di sini mulai dari Rp80 ribu dari ukuran untuk anak-anak (paling kecil empat tahun) hingga dewasa. Penjualannya tidak seramai sebelumnya,” ungkap Hasal.
Menurut dia, jika melihat situasi seperti ini, maka pedagang harus memutar otak agar penjualan di momen Piala Dunia 2022 bisa meningkat. Hasal pun mulai membangun kerja sama dengan beberapa pihak seperti tempat-tempat olahraga. Kendati demikian, dia mengaku tidak bisa berharap banyak. “Semua pengusaha merasakan ekonomi lesu bukan karena even Piala Dunia. Inovasi mesti dilakukan lewat kerja sama dengan pelaku usaha tempat olahraga. Itu pun tidak signifikan daripada tidak,” tandasnya. *wid