Gianyar (bisnisbali.com)-Masyarakat Desa Ketewel dan desa-desa di sekitar pesisir Kabupaten Gianyar mesti melakukan konservasi ekosistem pantai dan konservasi budaya bahari untuk berkontribusi pada penyelamatan bumi.
Ajakan itu disampaikan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AAGN Ari Dwipayana di sela-sela acara peluncuran program Arnawa Maha Amreta serta seminar jejak Pelabuhan Kuno di Ketewel dan Kearifan Bahari Masyarakat Bali di Wantilan Asti Budaya, Pura Payogan Agung, Desa Adat Ketewel, Gianyar, Minggu (6/11).
Untuk mengimplementasikan hal tersebut, Yayasan Puri Kauhan Ubud mengundang Perbekel Desa Ketewel, para Perbekel yang wilayahnya berada di pesisir pantai meliputi Desa Lebih, Saba, Pering Keramas, Medahan, Tulikup, Temesi, Sukawati dan Desa Guwang dalam kegiatan seminar.
Acara dihadiri Bendesa Desa Adat Ketewel, Bendesa Desa Adat Rangkan dan prajuru, Klian Adat dari 11 banjar se-Desa Ketewel, anggota Sekaa Teruna-Teruni di Desa Ketewel, Ratu Peranda Griya Jaya Purna Rangkan, Griya Anyar dan Griya Uma Dewi, Panglingsir Griya Gede, Griya Peken Mangku Gede, Kementerian KKP, Kementerian LHK/BP DAS Unda Anyar, Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gianyar.
Ari Dwipayana menjelaskan, Ketewel menjadi simpul penting antara sistem budaya dan agraris. Aliran Tukad Oos yang mengairi subak-subak di Bali Selatan berkaitan dengan poros niskala antara Pura Ulun Danu Batur, Pura Gunung Lebah, Gunung Rata dan Pura Payogan Agung Ketewel. Ini bersambung dengan peradaban pesisir atau budaya bahari yang menjadi jembatan dengan dunia luar melalui jalur perdagangan dan keberadaan pelabuhan.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Wahyu Sakti Trenggono yang hadir secara daring mengatakan, Bali kaya akan sumber alam yang dipadukan dengan kearifan lokal. Pengelolaan sumber daya bahari dan kearifan lokal diharapkan menjadi aset daya tarik pariwisata Bali. Sejarah peradaban air termasuk laut perlu kita jaga sebagai mata pencaharian masyarakat dan sumber oksigen bagi kehidupan. *kup