Denpasar (bisnisbali.com) –Laju inflasi diharapkan dapat ditekan sehingga tren tidak berkelanjutan. Harga bahan bakar minyak (BBM) pun diharapkan dapat diturunkan mengingat tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif angkutan udara, angkutan antar kota dan tarif kendaraan roda 4 online yang mengalami efek domino dari kenaikan harga BBM.
BPS Bali mencatat pada Oktober 2022 indeks harga konsumen (IHK) gabungan Kota Denpasar dan Kota Singaraja tercatat mengalami deflasi sedalam 0,05 persen yang ditunjukkan dengan penurunan IHK dari 112,45 pada September 2022 menjadi 112,39 pada Oktober 2022. Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (year to date/ ytd) Oktober 2022 sebesar 5,39 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun (Oktober 2022 terhadap Oktober 2021 atau YoY) tercatat setinggi 6,99 persen.
Pemerhati ekonomi yang juga Rektor Undiknas University, Prof. Dr. Ir Nyoman Sri Subawa di Denpasar, Kamis (3/11) mengatakan salah satu untuk mengukur tingkat inflasi yang terjadi adalah IHK. Artinya bahwa seberapa jauh tingkat konsumsi konsumen terhadap kebutuhan rumah tangga.
“Penurunan IHK yang terjadi, utamanya di Kota Denpasar dan Singaraja, tentu mesti dicermati apa yang menyebabkan hal ini terjadi. Apakah permintaan terhadap produk rumah tangga rendah, ketersediaan produk yang mencukupi besar, harga yang relatif rendah atau persoalan terhadap daya beli masyarakat yang mulai menurun,” katanya.
Hal ini, kata dia, tentu berbasiskan pada data lapangan. Laporan BPS Bali, terkait tingkat inflasi sekitar 6,99 persen, menunjukkan bahwa perubahan terhadap harga-harga produk yang mengalami peningkatan, yang diakibatkan effect dari kenaikan dari barang lainnya, seperti sebelumnya karena harga BBM yang naik. “Tentu hal ini akan mempengaruhi harga lainnya,” ujarnya.
Ketersediaan produk dasar, kebutuhan rumah tangga, konsumsi makanan dan minuman, biaya transportasi dan distribusi yang meningkat, menjadi indikator terhadap perubahan harga. Karena itu, Prof. Sri Subawa menilai persoalan ini dapat diminimalisir dengan peningkatan hasil produksi kebutuhan rumah tangga dan lainnya, sehingga harga dapat ditekan. “Harapannya adalah inflasi yang terjadi hanya sesaat, tidak berkelanjutan, seiring kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan, menurunkan harga BBM selaras dengan harga BBM global,” harapnya.
Tentu itu diikuti dengan peningkatan produksi barang-barang yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Ia tidak memungkiri persoalan energi ini (BBM), tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di seluruh belahan dunia. “Energi alternatif menjadi pilihan, seperti energi gas, listrik, matahari, angin dan lainnya. Hal ini dapat mencipkan lingkungan yang lebih bersih,” imbuhnya.
Bagaimana dengan ancaman inflasi sehingga membuat ekonomi global 2023 gelap termasuk perang Ukraina-Rusia?. Prof. Sri Subawa mengestimasikan jika persoalan perang Ukraina dan Rusia, menjadi persoalan masyarakat dunia. Pasokan terhadap energi menjadi terhambat. Rusia sebagai penyuplai gas, menjadi bagian yang penting. Terhambatnya hal ini tentu berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan gas dunia. Sehingga stok gas dunia sedikit dan harga gas menjadi meningkat.
Ada beberapa negara telah menimbulkan kisruh akibat hal ini. Harga gas dan listrik yang meningkat. Ketidakmampuan masyarakat untuk membeli dan membayar tentu menjadi persoalan besar. “Harapannya semoga Indonesia bisa mengatasi persoalan ini, dengan mempertimbangkan sektor yang dapat dikembangkan, dan mengatasi persoalan, stok yang mencukupi dan tentu efisiensi dalam penggunaan bahan bakar,” kata Prof. Sri Subawa.*dik