Denpasar (bisnisbali.com) – Pada November 2022, Bali diperkirakan mengalami tekanan inflasi yang mengikuti pola historis tahunan, terutama disebabkan perkiraan peningkatan jumlah wisatawan, berakhirnya musim panen hortikultura yang mengakibatkan turunnya ketersediaan pasokan, dampak lanjutan kenaikan harga BBM, serta kenaikan harga beras akibat berakhirnya musim panen dan kenaikan harga pupuk.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) provinsi dan kabupaten/kota di Bali menyatakan senantiasa melakukan koordinasi untuk melakukan pemantauan harga dan pasokan, penyelenggaraan operasi pasar secara intensif, peningkatan Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya antara Perumda Kabupaten di Bali untuk memenuhi pasokan, serta pemanfaatan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali.
Wakil TPID Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Rabu (2/11) mengatakan terus melakukan kerja sama dan koordinasi agar inflasi Bali dapat melandai. “Sejak Agustus sampai dengan Oktober terus melakukan agar inflasi melandai. Alhasil Bali berhasil melandaikan inflasi dan berhasil menjaga stabilitas harga-harga bahan pokok,” katanya.
Trisno yang juga Kepala Perwakilan BI Bali ini menjabarkan itu terlihat dengan terjaganya pasokan hortikultura mendorong deflasi di Provinsi Bali. Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali pada Oktober 2022, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar -0,05 persen (mtm) atau 6,99 persen (yoy). Terjadinya deflasi tersebut tidak terlepas dari upaya TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali untuk menjaga stabilitas harga kelompok volatile food, dan mengurangi dampak second round effect kenaikan harga BBM terhadap komoditas kelompok core inflation. “Secara disagregasi, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -2,00 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar -3.33 persen (mtm),” ujarnya.
Deflasi volatile food terutama didorong oleh penurunan harga cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen dan program operasi pasar yang dilaksanakan oleh TPID Kabupaten/Kota seluruh Bali. Selain itu, deflasi juga bersumber dari penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras akibat tingginya impor Day Old Chicken (DOC) periode yang lalu dan penurunan harga pakan ternak. “Namun demikian, laju deflasi kelompok volatile food tertahan oleh kenaikan harga beras seiring dengan penurunan produksi padi dan kenaikan harga pupuk nonsubsidi,” ungkapnya.
Selanjutnya, kelompok administered prices (AP) mengalami inflasi sebesar 0,60 persen (mtm), lebih rendah dari 6,88 persen (mtm) pada bulan sebelumnya. Kenaikan harga bensin (pertalite, pertamax) pada 3 September 2022, kata Trisno, menyebabkan rata-rata harga pada Oktober 2022 sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif angkutan udara, angkutan antar kota, dan tarif kendaraan roda 4 online yang mengalami efek domino dari kenaikan harga BBM. Sementara itu, kelompok core inflation tercatat mengalami inflasi sebesar 0,24 persen, berbalik arah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,14 persen (mtm). Inflasi pada kelompok tersebut dipengaruhi oleh kenaikan permintaan canang sari sejalan dengan meningkatnya intensitas upacara keagamaan. Di sisi lain, tekanan inflasi tertahan akibat menurunnya harga kue kering berminyak seiring dengan kenaikan harga tepung terigu.*dik