Denpasar (bisnisbali.com)- Berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengendalian Lalu Lintas Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku Berbasis Kewilayahan yang diterbitkan pada 16 September, ada pengecualian bagi lalu lintas ternak babi ke luar Bali yang telah diizinkan dan sudah tak ada pengaturan syarat vaksinasi. Terhadap vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sudah tersedia di Bali masih tetap dilanjutkan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada, Selasa (19/9) kemarin, mengatakan, pemberian vaksinasi menyasar ternak babi yang belum siap potong untuk mencegah penularan PMK. “Yang sudah dikirim itu kan yang sudah siap potong. Yang belum siap potong kita vaksinasi untuk mencegah penularan PMK,” ujarnya.
Saat ini, dikatakannya masih menghabiskan vaksinasi yang tersedia. Setelah pasokan menipis, baru akan diamprah kembali. “Dari Australia kan kita dapat bantuan 800 ribu dosis vaksin. Baru datang 500 ribu dosis vaksin. Kan masih 300 ribu dosis yang belum dikirim,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hari Suyasa, mempertanyakan jika bukan vaksinasi, sebagai wilayah pengirim, apa tolak ukur bebas PMK yang kemudian berlaku. Sebab di SE tersebut ada mencatutkan soal surat izin keterangan kesehatan hewan (SKKH). Berbicara mengenai hal ini, kata dia, tidak hanya melihat dari wilayah pengirim saja, melainkan juga wilayah penerima, apakah menerapkan aturan yang sama. Untuk hal ini diakuinya, pihaknya belum berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah.
“Hewan ditafsirkan terbebas PMK ini apa ukurannya jika tidak vaksin? Takutnya nanti, daerah penerima kan juga punya aturannya terkait penafsiran hukum. Kalau daerah penerima mensyaratkan harus bebas PMK, bagaimana caranya menyatakan babi bebas PMK, kecuali vaksin,” ujarnya.
Menurutnya agar jelas, pemerintah seharusnya mengundang GUPBI untuk datang dan berkomunikasi. Sebab sepengetahuannya hingga saat ini belum ada komunikasi yang jelas. “Pada saat saya bertemu dengan Menteri Luhut sudah saya sampaikan, kenapa tidak vaksin digunakan sebagai persyaratan? Karena secara logika, kalau babi sudah tervaksin otomatis dia sudah terhindar dari virus PMK. Sehingga pengambilan sampel darah, swab, itu tidak dipentingkan lagi,” terangnya.
Pihaknya pun berharap ke depan, jika lalu lintas babi kembali berjalan, tidak ada lagi kejatuhan harga di tingkat peternak. Sebab sebelumnya pihaknya khawatir, dengan pembukaan lalu lintas ternak ini tidak lantas memberikan efek positif terhadap nilai jual produksi. “Kita harap pemerintah juga ikut andil di dalam menjaga nilai produksi di tingkat peternak, karena selama ini yang tidak terlindungi peternak,” harapnya. *wid