Denpasar (bisnisbali.com)- Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai salah satu program kompensasi kenaikan harga BBM dinilai belum efektif untuk meringankan permasalahan ekonomi masyarakat. Terlebih di Bali yang didominasi pekerja di sektor pariwisata banyak terdampak Covid-19, sehingga mengalami PHK atau dirumahkan.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali, I Wayan Madra, saat dikonfirmasi Rabu (14/9) mengatakan, BSU ini hanya diberikan kepada peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan. Sementara selama pandemi Covid-19 banyak pekerja pariwisata yang dirumahkan dalam waktu lama dan sampai kena PHK.
“Dalam waktu hampir dua tahun tak ada upah sehingga mereka tak bisa membayar premi BPJS Ketenagakerjaan. Keikutsertaannya otomatis dihentikan. Mereka pun tak tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan tidak akan dapat BSU,” ujarnya.
Baginya, hal yang tepat pada kondisi saat ini adalah pemberian lapangan pekerjaan. “Kalau BSU dengan besaran Rp600 ribu, paling seminggu sudah habis. Kalau lapangan kerja, tentu berguna untuk seterusnya,” kata Madra.
Ia mengatakan, jika BSU ini tidak banyak manfaatnya bagi pekerja, dan meskipun bermanfaat hanya dalam waktu singkat. Madra juga menyoroti tentang kenaikan harga BBM yang menurutnya sangat merugikan pekerja.
Dengan adanya kenaikan harga BBM, pengeluaran pekerja atau buruh akan meningkat. Sementara penghasilan pekerja khususnya di bidang pariwisata belum kembali normal. “Pariwisata di Bali belum pulih. Banyak yang gajinya masih di bawah dan belum kembali normal. Kenaikan harga BBM ini sangat merugikan,” katanya.
Selain itu, menurutnya UMP untuk Bali menurutnya masih kecil jika dibandingkan daerah lain. “Dulu kami sudah berjuang agar UMK maupun UMP Bali bisa setara dengan daerah lain, apalagi Bali daerah pariwisata. Namun keburu kena Covid-19,” katanya. *wid