Kurangi Ketergantungan, Perlu Adanya Subsitusi BBM

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar subsidi dan pertamax mendapatkan perhatian serius masyarakat, mengingat setiap kenaikan harga BBM rentan mempengaruhi kenaikan harga bahan pangan. Tak hanya itu, kenaikan harga BBM juga diproyeksikan akan meningkatkan tingkat kemiskinan di masyarakat.

204
Prof. Dr. Ir. Nyoman Sri Subawa

Denpasar (bisnisbali.com) – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar subsidi dan pertamax mendapatkan perhatian serius masyarakat, mengingat setiap kenaikan harga BBM rentan mempengaruhi kenaikan harga bahan pangan. Tak hanya itu, kenaikan harga BBM juga diproyeksikan akan meningkatkan tingkat kemiskinan di masyarakat.

Menyikapi kondisi tersebut praktisi ekonomi yang juga Rektor Undiknas University, Prof. Dr. Ir. Nyoman Sri Subawa di Denpasar, Rabu (7/9) mengatakan, perlu adanya kebijakan untuk memperkuat sumber energi terbarukannya, agar bisa menghasilkan produk pengganti BBM. “Perlu adanya subsitusi BBM, agar ketergantungan terhadap bahan bakar bisa dikurangi,” katanya.

Mengenai kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM, ia pun menilai sekiranya perlu komitmen dan konsistensi pemerintah dalam penerapan harga minyak yang menyesuaikan harga minyak dunia. “Subsidi hanya sesaat membantu masyarakat dan negara. Oleh karenanya perlu memikirkan juga untuk jangka panjangnya,” terangnya.

Perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi BBM yang terbatas, juga perlu diperhatikan. Sebaiknya terapkan perilaku efisiensi dan penggunaan yang tepat, bukan pemborosan. Lalu bagamana proyeksi kenaikan harga BBM berimbas pada peningkatan kemiskinan? Prof. Sri Subawa melihat pola hidup masyarakat tentu menjadi perhatian semua. Harga yang melambung tentu mempengaruhi keterjangkauan masyarakat membeli BBM.

Sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Hanif Yahya menyampaikan belum bisa memprediksi secara pasti seberapa jauh kenaikan harga BBM subsidi ini berimbas ke peningkatan angka kemiskinan. Menurutnya dampaknya mungkin belum akan terlihat secara langsung. Hal ini karena penghitungan angka kemiskinan itu akan dilihat setelah periode pencacahan oleh BPS. Dampaknya terhadap kemiskinan baru bisa dilihat pada rilis Kemiskinan (hasil pendataan susenas September 2022). Diprediksi hasilnya akan di rilis tahun depan sekitar Januari 2023.

Untuk melihat data angka kemiskinan terbaru, khususnya untuk melihat dampak kenaikan BBM subsidi ini terhadap angka kemiskinan di Bali, dikatakannya baru dapat dilihat pada Desember 2022 mendatang. Sebab umumnya, BPS merilis data angka kemiskinan dua kali setahun yakni data angka kemiskinan pada Maret akan dirilis pada Juli, sedangkan angka kemiskinan pada September akan dirilis pada Desember.

Namun, dirinya tak menampik bahwa peningkatan angka kemiskinan bisa saja terjadi setelah adanya kenaikan harga BBM subsidi. Sebab sedikit-banyak pasti akan ada pengaruhnya, apakah itu tingkat inflasinya maupun nanti pada angka kemiskinan. “Tetapi besarannya kita tidak dapat memprediksi berapa. Mengingat bagaimana pola konsumsi masyarakat itu sendiri,” terangnya.

Menurut dia, faktor-faktor yang mempengaruhi angka kemiskinan maupun inflasi tidak hanya dari salah satu komoditas saja, tetapi juga dari komoditas-komoditas lain. Komoditas-komoditas ini kemudian akan diurut berdasarkan syarat proporsi dari setiap komoditas konsumsi yang biasa dilakukan masyarakat. *dik