Denpasar (bisnisbali.com) –Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, Trisno Nugroho membenarkan bank sentral melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 22-23 Agustus 2022, memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen. Keputusan tersebut merupakan langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Ia pun menerangkan dalam menjalankan tugas BI untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Pada Juli 2022, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara nasional tercatat meningkat dari 4,35 persen (yoy) menjadi sebesar 4,94 persen (yoy). Sejalan dengan inflasi nasional, inflasi Provinsi Bali juga meningkat dari 5,75 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 6,73 persen (yoy) akibat kenaikan inflasi volatile foods dan administered prices. Kondisi inflasi baik nasional maupun Bali telah berada di atas target inflasi yaitu 3 +/- 1%.
Untuk mengantisipasi hal itu BI menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen. Penetapan BI 7DRR sebesar 3,75 persen dan kebijakan lainnya yang dilakukan oleh BI seperti intervensi di pasar valas, pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder diharapkan dapat mendorong nilai tukar rupiah yang lebih stabil.
Bagaimana pengaruhnya terhadap ekonomi Bali? Trisno memaparkan bagi perekonomian Bali, aktivitas pariwisata Pulau Dewata yang mulai pulih perlu didukung oleh nilai tukar yang stabil untuk memudahkan industri pariwisata dalam penentuan strategi bisnis dan melakukan recovery, kepastian nilai tukar bagi wisatawan mancanegara yang akan berwisata ke Bali, kemudian nilai tukar yang stabil juga diperlukan untuk mendorong aktivitas ekspor.
Selain itu, kenaikan BI 7DRR yang disertai dengan adanya peningkatan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan UMKM dari 0,5 persen menjadi 1,5 persen, termasuk sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas pariwisata juga diprakirakan akan mendukung peningkatan penyaluran kredit di Bali. “Maka, kebijakan kenaikan BI 7DRR yang disertai dengan kebijakan lainnya diharapkan akan mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi Bali,” jelasnya di Denpasar, Jumat (2/9).
Selain melalui penetapan suku bunga BI 7DRR, Bank Indonesia juga memperkuat sinergi antara pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID) dan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan (GNPIP). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali bersama Pemerintah Daerah Provinsi dan 9 Kabupaten/Kota aktif melakukan kegiatan pengendalian harga komoditas hortikultura melalui operasi pasar gerakan menanam cabai dan meningkatkan kerjasama antar daerah. “Kami optimis kebijakan BI yang bersinergi dengan pemerintah daerah, dan didukung oleh masyarakat Bali dapat menekan laju inflasi Bali ke depan,” ucap Trisno Nugroho. *dik