Pengalihan Subsidi BBM, Untuk Jaga Daya Beli Masyarakat

Pemerintah akan memberikan tiga bantalan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM dengan total sebesar Rp24,17 triliun. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat yang terdampak lonjakan harga yang terjadi secara global.

167
JAGA DAYA BELI – Suasana pengisian BBM Subsidi di salah satu SPBU di Denpasar, beberapa waktu lalu. Pemerintah memberikan tiga bantalan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM untuk menjaga daya beli masyarakat yang terdampak lonjakan harga yang terjadi secara global.

Denpasar (bisnisbali.com) – Pemerintah akan memberikan tiga bantalan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM dengan total sebesar Rp24,17 triliun. Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat yang terdampak lonjakan harga yang terjadi secara global.

“Kami baru saja membahas dengan Bapak Presiden mengenai pengalihan subsidi BBM. Bantalan sosial tambahan ini akan diberikan kepada 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM sebesar Rp12,4 triliun,” kata Sri Mulyani dalam keterangan yang dipantau di Denpasar, Senin (29/8).

Ia menjelaskan BLT tersebut akan segera dibayarkan oleh Kementerian Sosial sebesar Rp150.000 selama empat kali dengan total BLT yang diberikan sebesar Rp600.000 untuk setiap penerima. “Ibu Mensos akan membayarkannya dua kali, yaitu Rp300.000 pertama dan Rp300.000 kedua. Itu akan dibayarkan melalui berbagai saluran kantor pos di seluruh Indonesia untuk 20,65 juta keluarga penerima dengan anggaran Rp12,4 triliun,” tambahnya.

Selain itu, Presiden menginstruksikan untuk membantu 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan melalui pemberian bantuan subsidi upah sebesar Rp600.000 dengan total anggaran sebesar Rp9,6 triliun. “Nanti Ibu Menakertrans akan segera menerbitkan juknisnya sehingga langsung bisa dilakukan pembayaran kepada para pekerja tersebut,” ujar Sri Mulyani.

Di sisi lain, Pemerintah Daerah juga diminta melindungi daya beli masyarakat. Kementerian Keuangan akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) di mana 2 persen dari Dana Transfer Umum yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp2,17 triliun untuk subsidi sektor transportasi, antara lain angkutan umum, ojek, dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan.

“Ini diharapkan akan bisa mengurangi tekanan kepada masyarakat dan bahkan mengurangi kemiskinan sehingga kita bisa memberikan dukungan kepada masyarakat yang memang dalam hari-hari ini dihadapkan pada tekanan terhadap kenaikan harga,” ujar Menkeu.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, sejak menyampaikan tambahan subsidi dan kompensasi untuk BBM dan listrik kepada DPR, harga minyak mentah dan ICP tidak kunjung turun, justru menunjukkan tren yang semakin meningkat. Melihat outlook harga minyak sampai dengan akhir tahun menunjukkan angka 104,8 dolar AS per barel dan berdasarkan forecast konsensus harga minyak bahkan mencapai 105 dolar AS per barel.

“Jadi waktu kita membuat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang sudah dibahas dengan DPR dengan harga minyak 100 dolar AS per barel, jelas bahwa menurut forecast dari konsensus maupun dari energi organization itu 100 dolar AS barel itu lebih rendah dari kemungkinan realisasi. Hari ini pun kita juga lihat harga minyak juga masih di atas 100 dolar AS,” ungkap Menkeu pada satu kesempatan.

Namun demikian meski harga minyak mentah dan ICP terus meningkat, harga jual eceran (HJE) energi untuk masyarakat tidak berubah. HJE karena adanya subsidi Pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya. Saat ini harga solar yaitu Rp5.150/liter. Jika menggunakan ICP US$105 dan kurs rupiah Rp14.700/US$ maka harga solar harusnya di Rp13.950/liter.

“Jadi harga yang dijual kepada masyarakat itu hanya 37 persennya. Artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi 63 persen dari harga keekonomiannya atau harga riilnya. Itu Rp8.800/liter,” jelas Sri Mulyani.

Kemudian untuk Pertalite yang saat ini berada pada harga Rp7.650/liter, dengan ICP 105 dolar AS dan kurs nilai tukar Rp14.700 harga keekonomiannya seharusnya Rp14.450/liter. Artinya, harga Pertalite sekarang ini hanya 53 persen dari yang seharusnya. Selanjutnya untuk Pertamax pun yang sekarang harganya di Rp12.500/liter, seharusnya memiliki harga Rp17.300/liter. “Jadi bahkan Pertamax sekalipun yang dikonsumsi oleh mobil-mobil yang biasanya bagus, berarti yang pemiliknya juga mampu, itu setiap liternya mereka mendapatkan subsidi Rp4.800,” tandas Menkeu.

Sementara itu, LPG yang sekarang harga jual per kilo adalah Rp4.250 kalau mengikuti harga saat ini harusnya berada di angka Rp18.500/kg. Jadi setiap kg LPG, konsumen mendapatkan subsidi Rp14.250.  “Jadi kalau setiap kali beli LPG 3kg, kita bayangkan maka mereka mendapatkan Rp42.000 lebih,” pungkasnya. *rah