Denpasar (bisnisbali.com) – Kenaikan harga telur ayam mencapai level tertinggi yang saat ini mencapai Rp55.000 per krat (30 butir) untuk ukuran besar dan Rp52.000 per krat untuk ukuran sedang (tanggung). Secara eceran telur dijual Rp2.000 per butir, dan pedagang mengaku mendapatkan untung tipis.
Salah seorang pedagang kelontong di Ubung, Denpasar, Desi Angrayani, mengatakan, kenaikan harga saat ini merupakan tertinggi yang pernah dialami. Sebelumnya harga telur ayam untuk ukuran sedang dikatakannya, Rp46.000 per krat yang secara eceran sudah dijual Rp2.000 per butir. Dan sekarang ia mengaku mendapatkan harga Rp52.000 hingga Rp54.000 per krat. “Saat ini dijual Rp2.000 per butir juga. Tapi untungnya tipis. Lebih dari itu, ga ada yang beli nanti,” ungkapnya.
Dalam kondisi normal, harga telur ukuran sedang kata Desi, mencapai Rp39.000 hingga Rp42.000 per krat, yang saat itu bisa dijual secara ecer Rp5.000 per 3 butir. Kenaikan harga telur ayam ini dikatakannya terus terjadi secara bertahap. “Memasuki Juli terus naik. Sebelum itu sudah Rp46.000 per krat, itu sudah kategori tinggi. Dan sekarang makin naik,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pedagang kelontong lainnya di kawasan Penatih, Denpasar, Sinta Lestari. Dia mengaku harga telur saat ini mencapai Rp55.000 per krat untuk ukuran besar dan Rp52.000 per krat untuk ukuran sedang. Harga eceran pun dijual Rp2.000 per butir. “Tipis banget untungnya. Belum lagi biaya plastik,” ungkapnya.
Sinta mengakui, saat ini sudah tidak mendapatkan suplay terlur dari peternak. Hal ini menurutnya, karena peternak kewalahan telur sedikit di tengah permintaan banyak. Untuk itu,dia mengaku mengambil telur di pasar untuk dijual kembali.
Di sisi lain, Sinta mengungkapkan, beberapa harga kebutuhan pokok lainnya mengalami penurunan. Terutama bawang merah yang sebelumnya sempat mencapai Rp70.000 per kilogram saat ini sudah mencapai Rp27.000 per kilogram. Untuk eceran dia mengaku menjual Rp8.000 per seperempat kilogram.
Sementara itu, pemerintah menargetkan harga telur ayam dapat kembali normal dalam dua pekan ke depan dengan upaya menstabilkan permintaan dan meningkatkan produksi. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan dikutip dari Antara menjelaskan, kenaikan harga telur dalam beberapa hari terakhir karena melonjaknya permintaan, sementara suplai atau produksi tidak memadai. “Mudah-mudahan paling lambat dua minggu sudah normal telur ayam. Walaupun itu juga nanti akan kita tambah ayam untuk petelur itu,” katanya.
Salah satu faktor penyebab meningkatnya permintaan telur, adalah program bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat dengan salah satu bantuannya adalah telur ayam. Karena pengadaan bansos itu, permintaan telur ayam melonjak di berbagai daerah. “Ini rapel uangnya (uang bansos) tiga bulan agak banyak, jadi ada permintaan selama lima hari mendadak, pasar kurang pasokannya. Biasa kalau pasokan kurang dikit, kaget, harga naik,” ujarnya.
Ia mengaku sudah bertemu para perwakilan pengusaha telur. Para pelaku usaha meminta agar skema penyaluran bansos dibuat secara periodik agar produksi dapat mencukupi permintaan. “Sarannya, bisa tidak bansos tiap bulan karena telur itu kan tidak bisa cepat. Jadi kalau bisa tiap bulan, sehingga ketika dibelanjakan tidak ada permintaan yang mendadak banyak,” ujarnya.
Rata-rata harga telur saat ini sebesar Rp31 ribu kilogram. Ia ingin mampu menurunkan harga telur di titik keseimbangan agar tidak terlalu membebani konsumen dan tetap mampu memberikan keuntungan terhadap peternak. “Telur ayam memang Rp31 ribu sekarang, tapi waktu saya duduk (dilantik menjadi Mendag) Rp32 ribu. Sekarang Rp31 ribu sempat turun sampai Rp26 ribu-Rp25 ribu. Memang harga sedang itu Rp27 ribu-Rp28 ribu itu untung peternaknya. Harga Rp31 ribu kemahalan,” kata Zulhas. *wid