Denpasar (bisnisbali.com) – Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dinilai belum tepat saat ini. Ini dikhawatirkan akan memberi pukulan kembali kepada masyarakat, di tengah perekonomian yang masih belum stabil dampak dari pandemi Covid-19.
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali I Putu Arnaya, Selasa (23/8), mengatakan, masyarakat selaku konsumen akan menjerit jika pemerintah benar-benar menaikkan harga pertalite. Terlebih pertaline jenis BBM lebih banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah.
Demikian dikatakannya, rencana pemerintah menaikkan harga pertalite, agar tidak terjadi disparitas harga dengan pertamax, tentu menjadi hal yang baik. Namun kondisi saat ini belum tepat, dikarenakan perekonomian masyarakat yang masih belum stabil.
Menurutnya, pandemi sangat berdampak bagi perekonomian masyarakat. Terlebih di Bali yang bergantung pada pariwisata, menjadi pukulan berat. “Tahun 2022 ini kan baru, belum lama kita berangsur pulih. Daya beli masyarakat baru pelan-pelan mulai pulih. Jangan dulu dinaikkan (harga BBM),” ujarnya.
Armaya mengharapkan agar harga pertalite tidak diotak-atik dulu untuk saat ini. Jika pun beban subsidi membengkak, menurutnya, pemerintah bisa mengalihkan atau memotong belanja lain. Seperti untuk membangun infrastruktur atau hal lainnya.
Saat ini, dikatakannya, perekonomian masyarakat masih dalam tahap pemulihan. Demikian juga daya beli yang jika ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM dipastikan akan mencekik masyarakat. “Kalau harga pertamax (dinaikkan) masih wajar karena penggunanya kelas mobil mewah. Kalau pertalite kebanyakan yang menggunakan kalangan bawah. Ini sama saja dengan memukul,” terangnya.
Kebijakan pemerintah mendata kendaraan yang layak mendapatkan subsidi, menurutnya menjadi langkah bagus. Dengan itu, hendaknya masyarakat yang berhak mendapatkan agar terbantu. *wid