Denpasar (bisnisbali.com) –Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-77 tahun 2022 menjadi momentum untuk bersama-sama semua stakeholder, pemerintah dan masyarakat untuk penguatan ekonomi. Penguatan ekonomi sangat penting saat ini, khususnya Bali yang mengalami kontraksi dalam akibat pandemi Covid-19. Dengan penguatan ekonomi diharapkan dapat menekan laju pengangguran dan kemiskinan.
Terkait hal itu pemerhati ekonomi Prof. Dr. Gede Sri Darma di Denpasar menerangkan, untuk memaknai Hari Kemerdekaan RI di 2022 ini pihaknya lebih menekankan perkuatan ekonomi Bali. Perkuatan ekonomi tersebut mulai dari ekonomi digital, perkuat produk dan jasa kelas dunia, ekonomi kreatif, sektor teknologi pangan, keterampilan SDM hingga perkuat mesin-mesin produksi sektor penunjang pariwisata. “Harapannya ekonomi di Bali dapat tumbuh lebih tinggi dan lebih cepat,” katanya.
Pemerhati ekonomi lainnya Kusumayani, M.M. menyampaikan perbaikan dan penguatan ekonomi akibat pandemi tidak bisa dilakukan satu pihak, melainkan perlunya peran serta semua pihak mengingat pemulihan memerlukan waktu yang tidak pendek.
Ia pun menilai momentum untuk perbaikan ekonomi salah satunya bisa dari menekan angka pengangguran. Tidak dipungkiri imbas pandemi terjadi PHK sehingga munculnya angka pengangguran dan melatari kemiskinan. Kualitas ekonomi suatu daerah membaik, kata dia, secara teori terlihat dari m angka kemiskinan yang menurun, demikian juga tingkat pengangguran juga menurun. Karena itu, menuju pertumbuhan ekonomi yang berkualitas di Bali setidaknya mampu menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan.
Sementara itu BPS Bali belum lama ini merilis persentase penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebesar 4,57 persen, turun 0,15 persen poin terhadap September 2021 dan meningkat 0,04 persen poin terhadap Maret 2021. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021-Maret 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebanyak 136,06 ribu orang, turun sebanyak 1,54 ribu orang jika dibandingkan kondisi September 2021 yang tercatat sebanyak 137,60 ribu orang. Sedangkan penduduk miskin di perdesaan kondisi Maret 2022 tercatat sebanyak 69,62 ribu orang, turun sebesar 4,24 ribu orang jika dibandingkan kondisi September 2021 yang tercatat sebanyak 73,86 ribu orang.
Begitupula persentase penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 4,23 persen, turun 0,10 persen poin dari kondisi September 2021 yang tercatat sebesar 4,33 persen. Sementara persentase penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 5,39 persen, turun 0,29 persen poin jika dibandingkan kondisi September 2021 yang tercatat sebesar 5,68 persen. Kepala BPS Bali Hanif Yahya juga memaparkan untuk pengangguran di Bali, data menunjukkan jumlah angkatan kerja pada Februari 2022 tercatat sebanyak 2,68 juta orang, meningkat 116,41 ribu orang dibandingkan Februari 2021. Pada periode yang sama, TPAK juga mengalami kenaikan sebesar 3,43 persen poin menjadi 77,14 persen pada Februari 2022.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2022 sebesar 4,84 persen, turun 0,58 persen poin dibandingkan dengan Februari 2021. Namun TPT tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan TPT Bali sebelum pandemi Covid-19 pada Februari 2020 yang tercatat sebesar 1,25 persen.
Pada Februari 2022, jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 2,55 juta orang, meningkat 125,77 ribu orang dibandingkan kondisi Februari 2021. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar dibandingkan dengan Februari 2021 adalah Sektor Industri Pengolahan (2,76 persen poin). Sementara sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Transportasi dan Pergudangan (-1,54 persen poin).
Sebanyak 1,5 juta orang (58,89 persen) bekerja pada kegiatan informal, meningkat 2,82 persen poin dibanding Februari 2021. Dibandingkan dengan Februari 2021, persentase setengah penganggur naik sebesar 0,89 persen poin, sementara persentase pekerja paruh waktu turun sebesar 5,96 persen poin.
Terdapat 405,55 ribu orang (11,66 persen) penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 di Provinsi Bali. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (35,81 ribu orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (27,57 ribu orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (24,30 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 (317,87 ribu orang).*dik