Antisipasi Krisis Pangan, Masyarakat Diminta Lakukan Diversifikasi

Diversifikasi pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat harus dilakukan sebagai upaya mengantisipasi ancaman krisis pangan, terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun. Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab dalam sebuah diskusi yang dipancatu secara daring di Denpasar, Selasa (9/8) mengatakan, menjaga produksi pangan dalam negeri tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan penduduk yang terus bertumbuh setiap tahun.

176
KRISIS PANGAN - Diversifikasi pangan harus dilakukan sebagai upaya mengantisipasi ancaman krisis pangan, terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun.

Denpasar (bisnisbali.com) – Diversifikasi pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat harus dilakukan sebagai upaya mengantisipasi ancaman krisis pangan, terlebih pada kondisi penduduk yang terus bertambah setiap tahun. Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab dalam sebuah diskusi yang dipancatu secara daring di Denpasar, Selasa (9/8) mengatakan, menjaga produksi pangan dalam negeri tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan penduduk yang terus bertumbuh setiap tahun. “Tidak cukup hanya dengan menjaga produksi, jika tidak ada diversifikasi pangan pokok, dengan peningkatan jumlah penduduk 1,49 persen setiap tahun, lama-lama kita akan kesulitan,” kata Ismail.

Ditambah lagi, lahan pertanian Indonesia mengalami penyusutan dengan berkurangnya lahan subur di Pulau Jawa yang berubah fungsi menjadi infrastruktur nonpertanian. Menurut Ismail, konsumsi beras per kapita harus lebih rendah dan berganti dengan pangan pokok alternatif yang juga melimpah di Indonesia dan memiliki kandungan gizi tinggi seperti singkong, sagu, maupun sorgum.

Ismail mengatakan alternatif pangan masyarakat Indonesia selain beras adalah pangan yang bersumber dari gandum seperti mie maupun roti. Padahal, gandum Indonesia dipenuhi dari impor lantaran tanah yang kurang cocok untuk ditanami gandum.

Harga gandum dunia saat ini melonjak hingga tiga kali lipat akibat produsen gandum terbesar dunia yaitu Ukraina mengalami konflik geopolitik dengan Rusia. Selain itu, negara produsen gandum lainnya mulai membatasi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. “Gandum sendiri di kita tidak terlalu cocok, sehingga coba subtitusi dengan singkong, sagu, dan sorgum. Sorgum satu famili dengan gandum, dan lebih sehat dari gandum,” kata Ismail.

Dia menjelaskan, sorgum tidak memiliki kandungan gluten seperti pada gandum. Oleh karena itu sorgum kurang cocok untuk dijadikan roti karena tidak ada kandungan gluten yang membuat roti mengembang. Namun demikian saat ini produsen makanan mulai mempromosikan produk pangan sehat tanpa kandungan gluten. Oleh karena itu sorgum sangat cocok untuk dijadikan produk pangan sehat tanpa gluten guna menggantikan produk olahan dari gandum. *rah